Lihat ke Halaman Asli

Cerita Mbah Wulu

Diperbarui: 27 Oktober 2021   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diolah menggunakan picsart


Koran minggu dihalaman 16 memuat infografik menimbulkan perdebatan sengit dikalangan kaum lelaki dukuh Mancasan, Piyungan. Khususnya komunitas cakruk rumah pakde Darmo. Perdebatan membuncah, sebab tiap kepala mempunyai persepsi sendiri. Hal itu dikarenakan cakupan wawasan pengetahuan kurang, tapi ngeyel. Nekat digelontorkan.  

Koran yang seharusnya mencerahkan malah meniupkan prahara.

"Jelas meragukan", kata Lik Tarmin, "Masa' membangun candi begini?"

"Tukang gambarnya hanya mengira-ira. Disesuaikan daya khayalnya", tambah Dalbo, "boleh saja, tapi jangan gebangeten ngawur. Lihat, apakah pakaian mereka sesuai jamannya? Payungnya model begitu? Bentuk gerobaknya benar?  ditarik kerbau? Terlalu Absurd!"

"Gambar dibuat dengan memakai data. Pembuatnya menggunakan pendekatan historis dalam pengerjaannya", kata Sadikun menengahi.

"Historis apa? Aku nggak yakin!", sergap Dalbo

"Dulu guru sejarahku pernah membedah proses pembangunan Borobudur", lik Tarmin duduk tenang, sesekali seruput teh. "Tahapannya, setelah pondasi Kamadhatu jadi kemudian sekelilingnya dipadatkan dengan tanah sebagai jalur bagi pekerja turun naik mengangkat bongkahan batu menuju proses Rupadhatu. Terus sampai Arupadhatu. Jika selesai, tanah yang mengelilingi candi akan digerus, dibersihkan sampai tuntas. Tidak seperti gambar ini"

"Metode ngawurisasi. Lalu mencari tanah urukan sebegitu banyak dimana? Setelah selesai dikemanakan? Butuh berapa gerobak sapi atau kuda untuk mengangkutnya?", tanya Dalbo, "Guru sejarahmu sekedar memperkirakan. Wes jan ngawur tenan"

"Yo embuh. Aku hanya menceritakan kembali", ungkap lik Tarmin membela diri. Hatinya tersengat mendengar mantan gurunya disebut ngawur, "Tanjir! Celeng kirik! Sok keminter", sungutnya

Lembaran koran tergeletak siang malam. Pindah tangan, tersampir di penyangga 'T' cakruk. Dilihat oleh puluhan mata yang mampir, sekedar menengok isu yang berkembang mengenai perdebatan sengit. Mereka sesekali urun pendapat, dan akan disambar ganas bagi yang tidak sependapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline