Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Ibu Rumah Tangga, Profesi Penting di Tengah Pandemi

Diperbarui: 9 April 2021   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istri dan anak sedang memandang senja di tepi pantai. Foto: Roman Rendusara

Profesi ibu rumah tangga kadang dianggap sebelah mata. Terutama sebelum pandemi menerpa, status ini menjadi bahan gosip tetangga. Acapkali dianggap tidak turut berperan membantu ekonomi keluarga. Sering pula dicap tidak cakap membangun rumah tangga.

Kadang orang lain hanya melihat dari sisi pemenuhan kebutuhan ekonomi semata. Apalagi pendidikan terakhir sang istri diyakin mumpuni. Akan dianggap tidak bisa memanfaatkan ijazah untuk mencari nafkah.

Perlahan pandangan di atas terkikis, bersama terbukanya wawasan. Meski cukup sulit saya meyakinkan keluarga, bahwa profesi ibu rumah tangga sangat penting. Makanya, sejak memutuskan untuk menikah tiga tahun lalu, istri harus berperan mengurus rumah tangga.

Alasannya jelas, lebih mudah mencari nafkah daripada mengurus rumah tangga. Selain peran utama (mengandung, melahirkan dan menyusui), sang istri pun melakoni tugas-tugas tambahan. Tugas tambahan itu, seperti, menyiapkan sarapan/makan, membereskan rumah, memastikan kebersihan pekarangan, dan mencuci pakaian.

Adapun tugas penting yang tak tergantikan adalah mendidik anak-anak yang dilahirkan. Ibu yang cerdas akan menyiapkan makanan yang sehat untuk anak-anaknya. Ia memastikan asupan gizi tambahan selain ASI. Misalnya, sang istri menambahkan marongge bubur anak, dan sayur-sayur lain yang ada di pekarangan rumah.

Selain itu, istri berperan sebagai pendidik. Ibu yang pertama kali memperkenalkan sapaan "Bapak" dan "Mama" kepada buah hati. Ibu mengeja abjad demi abjad melatih anak berbicara. Anak mengenal berhitung dari sang ibu. Kadang sambil bernyanyi ibu mengajarkan warna-warna kepada anak. Kemudian, hingga sang anak bisa BAB sendiri di kamar WC, ibu yang mengajarkannya.

Seorang teman yang sudah berumah tangga pernah berbagi cerita. Ia dan istrinya sama-sama sangat sibuk. Ia seorang pegawai swasta yang bekerja berbasis target. Ia berangkat pagi dan pulang larut malam. Sementara istri bekerja di sebuah bank. Pergi pagi dan kadang pulang malam.

Mereka mempunyai seorang anak. Seorang lelaki baru berusia dua tahun. Lantaran sangat sibuk dengan profesi masing-masing, maka anak dititipkan kepada seorang pembantu.

Kepada saya, teman tadi mengatakan, belum sampai setahun mengasuh, anaknya makin kurus, sementara pembantunya makin gemuk. Mereka menitipkan susu termahal sebagai asupan tambahan. Namun lebih banyak diminum pembantunya. Tidak heran, pembantunya makin tambun.

Belum lagi, pembantunya lebih sibuk pegang handphone daripada mengajak anak berbicara. Dia sibuk bermain Tik-tok, daripada mengajak sang anak bernyanyi.

Akhirnya, mereka memutuskan, istri "dirumahkan" sebagai ibu rumah tangga untuk mendidik anaknya. Katanya, uang bisa dicari, tapi masa kecil sang anak tidak bisa diulang kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline