Lihat ke Halaman Asli

Rolin Taneo

Pemulung Ilmu

Datang dengan Putus Asa, Pulang dengan Semangat (Lukas 24:13-35)

Diperbarui: 18 April 2024   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tema  di atas sebenarnya merupakan representasi dari isi Lukas 24:13-35. Teks ini menceritakan tentang Yesus yang bangkit kemudian menampakkan diri kepada dua murid yang berjalan menuju ke Emaus.

Kisah penampakan diri kepada kedua murid ini dimulai dengan catatan bahwa dalam perjalanan menuju ke Emaus, kedua murid berjalan dengan keputusan-asaan. Karena itu, cerita perjalanan mereka ini adalah cerita sinis.

Jangan anggap remeh rasa cemas. Ia bukan hanya sekadar perasaan emosional yang hilang dan muncul di waktu tertentu. Bagi Heidegger, perasaan semacam ini bisa menganggu dunia makna seseorang.

Perasaan cemas, putus asa itu bisa berlanjut. Akibat terburuk ialah manusia tidak dapat bertahan dengan kondisinya. Dua murid yang berjalan ke Emaus ada dalam perasaan ini. Mereka sedih sekali karena Yesus telah mati. Pengalaman itu dijaga dalam memori mereka.

Cerita berubah. Yesus tiba-tiba saja ada di tengah mereka dan berjalan sebagai orang asing yang terus mencecar mereka dengan pertanyaan di seputaran kematianNya. Kehadiran Yesus tidak mereka sadari.

Ini poin penting untuk kita ingat baik-baik. Yesus sebenarnya berjalan bersama kita dalam segala situasi. Hanya saja kita kerap lupa pada kehadiranNya. Kita fokus pada masalah kita. Iman yang benar itu harusnya membawa kita pada suatu kesadaran penuh melibatkan Yesus dalam segala situasi.

Kedua murid masih asik bercerita dengan kematian Yesus. Jawaban Yesus menegur mereka yang lamban memahami semua yang pernah Yesus sampaikan dulu. Setelah itu, teks ini menceritakan bahwa hari sudah mulai malam. Mereka mengajak Yesus untuk tinggal bersama mereka.

Dalam peristiwa tinggal dan makan bersama, tanda kebangkitan Yesus terlihat. Yesus mengulangi peristiwa sehari-hari ketika bersama mereka. Budaya makan dan memecahkan roti adalah budaya persaudaraan.

Dua murid sadar bahwa itu Yesus. Tiba-tiba Yesus sudah tidak ada lagi. Yesus yang bangkit telah mengenakan tubuh kemuliaan. Ia tidak lagi dibatasi dalam ruang dan waktu. Ia adalah Omni Present, Sang Maha hadir.

Dua murid yang sadar soal hal ini berani pulang ke Yerusalem. Mereka berani bercerita tentang Yesus yang bangkit. Ini perubahan perasaan. Datang dengan putus asa, pulang dengan semangat memberitakan Yesus yang bangkit.

Ternyata budaya lisan atau bertutur itu baik. Asalkan yang kita tuturkan adalah berita yang benar bukan berita bohong. Murid-murid karena mengalami kuasa kebangkitan, mereka berani bersaksi. Kita pun demikian. Jika sudah mengalami kuasa Tuhan, bersaksilah. Imanuel




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline