Lihat ke Halaman Asli

Aku Tak Mengambil Milikmu

Diperbarui: 15 Desember 2019   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertemuanku dengannya dimulai dari kantor tempatku bekerja. Aku yang baru lulus SMA saat itu banyak mendapat perhatian dari teman-teman kantor yang laki-laki. Hari-hari berjalan menambah keakrabanku dengan teman kantorku. Seakan aku menemukan keluarga baru di sana. Meskipun gajiku tidak seberapa tetapi aku senang karena teman-teman kantor serasa saudara semua.

"Witing trisno jalaran soko kulino", demikian orang jawa mengatakan. Bahwa rasa suka itu bermula karena biasa. Salah satu temanku baiknya luar biasa kepadaku. Terlihat dia menyukaiku sampai suatu saat dia menyatakan isi hatinya. Sayangnya dia bukan tipeku, aku bingung bagaimana cara menolaknya. Aku tak tega, karena dia terlalu baik. Sampai suatu ketika dia melamar oranglain karena tidak ada jawaban dariku.

Aku tak mengerti, meskipun dia sudah bertunangan dia masih saja mendekati aku, berlaku baik padaku, dan sampai bilang kalau aku mau menerimanya, maka tunangannya akan dibatalkan. Sebagai sesama wanita tentu saja aku tidak mau melakukannya. Tetapi dia selalu memaksaku pada keadaan yang aku tidak bisa menolaknya.

Keadaan kami semakin didekatkan karena pekerjaan. Dia diangkat sebagai kepala bagian dan aku sebagai pemegang keuangan. Komunikasi kami semakin intens seputar pekerjaan, bahkan tak jarang dia sering datang ke rumahku dengan alasan pekerjaan.

Hari itu dia datang ke rumahku dalam waktu yang tidak tepat, suasana hatiku sedang bersedih, mataku sembab dan tubuhku lemas. Hari itu orang yang aku tunggu lamarannya yang datang adalah jenazahnya. Orang yang selama ini mengikat janji denganku telah pergi. Kesempatan ini mungkin dipergunakan teman kantorku tersebut. Dan mungkin dia mengira bahwa penolakanku padanya disebabkan karena aku sudah ada janji dengan orang lain. Dan alasan itu kini telah tiada, pikirnya dia bisa mendekati aku lagi.

Di satu sisi dia tidak bisa menghindari pernikahannya yang sudah ditentukan, namun sisi lainnya dia tidak mau juga melepaskan aku. Sampai suatu hari tibalah hari pernikahannya. Ada rasa bebas dalam hatiku karena dia sudah menikah, sehingga tak mungkin lagi dia mendekati aku. Namun tidak demikian adanya, setelah menikah justru dia semakin mendekatiku. Istrinya tetap dibiarkan tinggal di rumah orangtuanya di kota lain. Dan mereka hidup terpisah.

Entah rasa apa yang terjadi, setiap dia menawarkan untuk mengantarku pulang, aku tak bisa menolaknya. Hubungan kami semakin dekat, namun aku sama sekali tak tahu apa yang terjadi sampai akhirnya anak pertamanya lahir. Ada rasa kecewa dalam diriku, selama ini dia bilang bahwa tidak ada rasa apapun kepada istrinya yang tinggal di kota lain, dan akan segera mengurus percerainnya jika sudah ada biaya, ternyata hari itu istrinya melahirkan anak laki-laki dan dia bawa pulang ke rumahnya.

Semenjak saat itu aku berusaha menjauh darinya, namun lagi-lagi aku tak bisa. Anak dan istrinya dipulangkan lagi ke rumah orangtua istrinya di kota lain. Dan seakan-akan dia telah resmi bercerai. Hari demi hari aku jalani, sampai akhirnya aku menyatakan bersedia menikah dengannya. Namun hari itu tak pernah aku temukan. Menunggu 12 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ini terjadi karena aku terlalu percaya padanya.

Hari itu sungguh tidak pernah terduga, suara telepon itu mengatakan bahwa aku adalah pelakor, wanita murahan yang tidak laku. Sungguh ini adalah penghinaaan terbesar dan terberat dalam hidupku. Aku tak bisa menerimanya.

Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dari kantor tempatku bekerja. Namun lagi-lagi aku tak bisa, pemilik perusahaan datang ke rumahku dan meminta aku untuk tidak resain, karena aku adalah pemegang keuangan. Lagi-lagi aku tak bisa menolaknya. Entah aku yang terlalu berperasaan atau aku yang tidak tegas.Akupun tetap bekerja di kantor itu, dan lagi-lagi aku tak bisa menghindar darinya dalam urusan pekerjaan karena dia adalah atasanku.

Suatu hari aku memutuskan untuk melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi swasta yang menunjang karierku dan  tidak mengganggu pekerjaanku. Rupanya ada perasaan was-was dalam dirinya mengetahui aku kuliah. Takut kalau aku dapat kenalan baru, sampai-sampai dia mengancamku. Jika sampai melihatku bersama laki-laki lain maka dia bisa berbuat apapun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline