Lihat ke Halaman Asli

Rohmatulloh

Komunitas Sekolah Sadar Energi

Masjid, Asas Pertama Hijrah Rasulullah

Diperbarui: 10 September 2019   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Agung Surakarta

Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthy dalam bukunya "Sirah Nabawiyah"  menegaskan bahwa masjid sebagai tempat pertama yang menjadi perhatian umat Islam pada saat hijrah dari Mekah ke Madinah. Rasulullah Saw pada saat itu meletakan asas pertama yang disiapkan untuk membentuk masyarakat Islam di mana salah satunya adalah masjid.  

Masjid pertama yang dibangun sekitar tahun sekitar 622 Masehi/1 Hijriah dan lokasinya dari Masjid al-Haram Madinah sekitar 5,3 kilometer atau durasi waktu tempuh sekitar 11 menit (berdasarkan aplikasi googlemap) di atas lahan yang dibeli dari dua orang anak yatim. Masjid yang terletak di Quba disebut juga dengan Masjid Quba atau Masjid Attaqwa.
 
Dengan demikian dakwah atau pendidikan yang dilakukan Rasulullah Saw pada periode Madinah mulai dilakukan di masjid. Kamaruzzaman dala artikelnya "Pola Pendidikan Islam pada Periode Rasulullah: Mekah dan Madinah" menjelaskan bahwa sebelumnya pada periode Mekah, proses dakwah dan pendidikan Rasulullah biasanya dilakukan di Rumah Arqam dan Kuttab. Kuttab ini yang telah dikenal sebelum masa pra Islam.  

Perluasan fungsi masjid yang hanya dikenal sebagai tempat ibadah khususnya sholat menjadi lebih beragama untuk kegiatan lainnya seperti kegiatan sosial dan politik dan tentunya pendidikan.

Masjid sebagai pendidikan menggunakan sistem halaqah yang berbentuk lingkaran di tepi dinding atau pilar masjid membuat pembinaan intelektual, emosional, dan spiritual menjadi efektif. 

Biasanya dalam membentuk lingkaran, tidak ada jarak atau bahkan bagian lutut kaki peserta saling bersentuhan. Dalam sistem halaqah ini juga tidak ada proses administratif seperti yang dilakukan pada sekolah atau madrasah formal pada umumnya. Metode penyampaian lebih banyak dilakukan menggunakan diskusi atau komunikasi dua arah dan dikte (imla').

Kini masjid yang ada di seluruh dunia bahkan di Indonesia telah memiliki bentuk seni bangunan atau arsitektur yang indah dengan berbagai hiasannya. Kembali lagi ke sejarah Masjid Quba yang sampai dengan periode Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq masih asli, namun pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab dilakukkan sedikit pemugaran, dan selanjutnya mengalami    lagi pemugaran secara besar dengan penambahan luas bangunan pada masa Khalifah Usman bin 'Affan. 

Masjid Quba pada masa Usman sudah diperindah dengan dinding batu bakar dan hiasan. Tentu saja masalah ini di kalangan ulama ada yang memakruhkan namun ada juga yang mengharamkan dengan kondisi tertentu pula. Hal ini juga dipengaruhi oleh sebuah kekhawatiran yang dapat mengganggu kekhusyu'an ibadah.

Secara kasat mata, kita di Indonesia atau bahkan di negara yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam mudah sekali menemukan masjid dengan arsitektur yang indah dan mengagumkan. Abdul Rochym dalam bukunya "Mesjid dalam karya Arsitektur Nasional Indonesia" menjelaskan bentuk seni bangunan atau arsitektur masjid yang pola perkembangannya mengikuti atau bergerak bersamaan dengan pertumbuhan arsitektur daerah. 

Beberapa faktor yang disampaikannya, pertama unsur daerah di Indonesia merupakan negara kepulauan yang letaknya berjauhan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Kondisi ini menyebabkan adanya perbedaan arsitektur masjid akibat perbedaan budaya atau kebiasaan. 

Kedua, pengaruh Hindu  yang sudah ada sebelum ajaran Islam masuk, sehingga pengaruh Hindu masih terbawa terus ke dalam kehidupan masyarakat walaupun sudah memeluk ajaran Islam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline