Lihat ke Halaman Asli

Rofi Lutfiani

Mahasiswa S1 Ilmu Pemerintahan FISIP Undip

Politik Selebriti: Paradoks Demokrasi Indonesia Pasca Era Reformasi

Diperbarui: 30 Januari 2021   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sumber gambar : kompas.com

Runtuhnya Orde Baru membuka jalan bagi terjadinya reformasi, restrukturisasi birokrasi, dan demokratisasi di Indonesia. Demokratisasi dimaknai sebagai suatu proses untuk menegakkan kembali nilai-nilai demokrasi yang hakiki sehingga kebebasan rakyat dapat diwujudkan, kedaulatan dapat ditegakkan, dan pengawasan atas lembaga eksekutif oleh lembaga legislatif (DPR) dapat dilakukan (Budiardjo, 2008, p. 134). Lebih dari 20 tahun setelah reformasi, dinamika politik dan demokrasi di Indonesia mengalami berbagai perkembangan.

Rekrutmen politik yang pada awalnya hanya terbatas pada dominasi partai dan bacaleg dari kalangan “elit pemerintahan” kini bergeser menjadi lebih welcome terhadap kandidat lain, tak terkecuali para artis.

Pada mulanya, para selebriti ini memegang tugas sebagai brand ambassador partai politik dan kadernya dalam mekanisme pemilihan umum. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pengejawantahan terhadap pemahaman hak asasi manusia untuk berpartisipasi dalam politik, para selebriti memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi salah satu finalis kontestasi politik bakal calon terpilih atau vote getter.

Pemilu Legislatif 2019 menampilkan sederet nama selebritis yang ikut serta dalam ajang perebutan kursi Senayan. Data menunjukkan beberapa partai besar tidak tanggung-tanggung dalam menyodorkan kandidat dari kaum selebritis. Partai Nasdem dengan 37 calon, PDIP mengusung 16 calon, dan PAN sebanyak 12 calon (Subandi, 2020).

Sebut saja beberapa nama seperti Krisdayanti, Manohara, Arzeti Bilbina, Ahmad Dhani, hingga Denada. Sepak terjang mereka di dunia hiburan pun beragam. Ada yang merupakan pemain film, presenter, penyanyi, bahkan musisi. Berbekal popularitas dan nama harum yang sudah semerbak di masyarakat, mereka yakin telah cukup bekal untuk melenggang ke pusat. Kondisi yang demikian ini juga menjadi santapan menggiurkan bagi parpol yang mengusung.

Menengok Kesuksesan Krisdayanti Meraup Suara

Contoh kesuksesan selebriti yang berhasil menduduki kursi Senayan adalah Krisdayanti yang memenangkan suara di Dapil Jawa Timur V. Media massa menjadi objek citra yang penting dalam menempatkan posisinya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, metode door to door atau akrab disapa dengan blusukan juga tercatat sebagai teknik yang digunakan Krisdayanti dalam memengaruhi preferensi calon pemilih.

Dikutip dari keterangan Julius Eduardo Foeh, tim sukses Krisdayanti, (Subandi, 2020) beliau menjelaskan bahwa dalam setiap harinya Mimi KD mengunjungi 4-5 rumah yang telah ditentukan tim pemenangan dengan durasi kurang lebih 15 menit per rumah. Ketenarannya sebagai diva papan atas tanah air menyebabkan masyarakat sudah banyak yang mengenal sosok Mimi KD.

Selain itu, Julius menambahkan jika kepopuleran yang dimiliki tak lantas membuatnya menjadi seleb yang elitis, sehingga dana yang dikeluarkan tidak digunakan untuk money politic tetapi lebih difokuskan untuk kampanye lapangan dan branding di sosial media.

Sebagai seseorang yang lahir di Kota Batu, Krisdayanti memiliki keunggulan berbahasa Jawa dengan fasih yang kian memudahkan komunikasinya dengan masyarakat di Dapil pemenangan. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa selain strategi sistematis yang harus diterapkan, positioning juga menjadi aspek krusial yang perlu diperhatikan untuk meraup kemenangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline