Lihat ke Halaman Asli

Omnibus Law terhadap Era di Indonesia Memasuki Revolusi 4.0

Diperbarui: 6 Maret 2020   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DRAF omnibus law cipta kerja yang telah diterima DPR belakangan ini justru memantik polemik di lini masa. Rancangan Undang-Undang (RUU) setebal 1.028 halaman yang merevisi 79 RUU, 15 bab, dan 1.244 pasal itu dianggap masih banyak kontroversi. 

Salah satunya terkait bidang atau klaster ketenagakerjaan. Pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia Payaman Simanjuntak mengungkapkan aspek ketenagakerjaan dalam omnibus law tersebut tidak banyak berubah.membahas UU Omnibus Law yang bikin negara ini makin "ga jelas" arahnya ke mana.

Bagi yang belum tahu isinya, nih gambaran besarnya lebih kurang seperti ini :

Rancangan UU Omnibus Law bertujuan menggabungkan aturan dari beberapa substansi yg berbeda di bawah satu payung hukum. Tujuannya bagus, mulia, supaya memangkas birokrasi yang kita tahu macam apa di negeri +62 ini. 

Tetapi, sebetulnya UU ini akan lebih fokus pada persoalan Ekonomi, misalnya perpajakan, pemberdayaan UMKM, serta didominasi urusan Cipta Lapangan Kerja, makanya sering disebut UU CILAKA. 

Belakangan namanya diganti UU Cipta Kerja agar singkatannya menjadi lebih enak dibaca, UU CIPTAKER. Tapi tetep aja bisa bikin "cilaka" karena isinya ada yang dianggap mencelakakan Agama, Bangsa & Negara.

Rancangan UU ini langsung mengamandemen puluhan UU lain yang sudah ada. Pada dasarnya UU ini memiliki niat baik, untuk menyederhanakan segala aturan yg ribet & ruwet, demi melancarkan Dunia Usaha, namun pada akhirnya masuk berbagai kepentingan Politik Ekonomi Neolib yg hanya menguntungkan Kaum Kapitalis Liberal dari kalangan mafia naga merah.

Diprediksi akan ada lebih dari 74 UU yang kena imbasnya. Sehingga banyak aturan yang semula sudah bagus bagi para pekerja & masyarakat, justru diubah agar lebih menguntungkan para pemodal, misalnya beberapa yang mudah disebutkan: Demi alasan memudahkan produksi & distribusi, maka sertifikasi halal & perda syariah diusulkan untuk dihapus, Demi alasan meningkatkan produktivitas, maka aneka cuti, seperti cuti nikah-haid-melahirkan-ibadah-keluarga wafat, serta lainnya, diusulkan untuk dihapus, Demi alasan efisiensi perusahaan, maka semua buruh/pekerja diusulkan berstatus kontrak /out-sourching, Demi alasan pro investasi sekaligus mempercepat pembangunan ekonomi, maka diusulkan izin lingkungan & amdal dihapus, Demi alasan Politik Presidential, maka diusulkan kekuasaan regulasi dipusatkan ke tangan Presiden, sehingga Presiden memungkinkan bisa membatalkan UU dengan PP.

Yang lainnya banyak banget. Termasuk di dalamnya pengebirian Kebebasan Pers, pelarangan Kebebasan Berpendapat, pembebasan aneka pajak bagi pemodal, penghapusan aneka subsidi bagi rakyat kecil, dan sebagainya.

Nah, kalo begitu caranya ini sama aja dengan :

Presiden ingin mencabut Kekuasaan Daerah sama sekali, sehingga tidak ada lagi desentralisasi. Yang tersisa adalah sentralisasi Kekuasaan Pusat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline