Lihat ke Halaman Asli

Potongan #1 - Enggan

Diperbarui: 15 Juli 2016   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kriiiiing... kriiiing...

Alarm berbunyi. Mila meraih handphone-nya dan mematikan alarm. Kemudian kembali menarik selimut hingga menutupi kepala. Lima detik kemudian, dia menyibak selimutnya hingga jatuh ke lantai dan segera berlari ke meja belajarnya. Dia baru benar-benar tidur sekitar satu jam, tapi dia harus bergegas menyerahkan data presentasi kepada Profesor. Profesor sudah mempercayakan materi presentasi risetnya kepada Mila, jadi kesempatan itu tidak akan dia sia-siakan. Siapa tahu dari sekedar menyusun materi untuk presentasi riset akan membuka gerbang untuknya mengikuti proyek besar yang akan dikerjakan Profesor, sehingga dia bisa membuktikan kapabilitasnya.

Matahari belum benar-benar tampak. Padahal sudah musim semi, tapi udara masih dingin. Mila memasukkan sebuah pisang yang sudah dikuliti ke mulutnya bulat-bulat kemudian mengunci kamar kontrakannya. Dia menuruni tangga sambil mengunyah buah pisang di mulutnya. Dia mengambil sepeda di lantai bawah dan menuntunnya hingga jalan raya. Orang-orang belum bangun sisa mabuk semalam, jadi jalanan masih lengang. Mila mengayuh sepedanya pelan, berusaha agar angin tidak menerpa wajahnya terlalu keras. Dua orang ibu-ibu sedang menyapu di pinggir jalan. Mila bersitatap dengan keduanya. Mila hanya mengangguk, melewati kedua orang paruh baya itu.

“Hei, hei. Lihat, betapa sombongnya dia. Bukankah gadis seusia dia seharusnya membungkuk dalam-dalam pada kita?” Salah satu dari kedua wanita paruh baya itu berbicara. Lebih tepatnya, berteriak. Sengaja agar Mila bisa mendengarnya.

“Kurasa begitu. Bahkan seharusnya dia berhenti dan menyapa kita terlebih dahulu. Kalau dia cucuku, sudah kupukul betisnya pakai kayu sampai bengkak!” Wanita yang lain menimpali.

“Bagaimana bisa dia hanya mengangguk tanpa tersenyum sedikitpun? Hei, bukankah dia orang Asia juga? Apakah tidak pernah diajari membungkuk hormat pada orangtua? Seharusnya...”

Mila sudah terlalu jauh untuk bisa mendengar celotehan kedua wanita tadi. Lagipula, Mila tidak peduli. Sama seperti jika melihat iklan di layar kaca.

Mila mengayuh sepedanya lebih cepat. Dia harus segera sampai ke kampus. Walaupun dia sudah mengirim datanya lewat e-mail, dia sudah berjanji untuk menyerahkan print out-nya kepada Profesor. Membuktikan kalau dia sungguh-sungguh dan sudah bekerja keras.

Handphone Mila berdering ketika Mila memasuki lift. Profesor sepertinya sudah sampai.

“Saya sudah kampus, Prof. Dua menit lagi saya sampai di ruangan Anda,” ujar Mila tanpa basa-basi.

“Oh, benarkah? Tadinya...”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline