Lihat ke Halaman Asli

Rizky Akbar

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Stagnansi dalam Praktik Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

Diperbarui: 28 Desember 2021   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti yang kita ketahui, saat ini siswa dari mulai jenjang SD, SMP, SMA bahkan mahasiswa di perguruan tinggi pun melakukan pembelajaran jarak jauh dengan sistem daring Hal ini dilakukan seiring dengan pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia. Dan saat ini apa yang terjadi di sekolah sama sekali jauh dari nilai-nilai pendidikan. 

Apa yang terjadi di kelas-kelas seperti murid yang pasif saat pengajar memberikan materi, terlebih disaat pembelajaran daring seperti sekarang ini banyak sekali celah untuk mengabaikan kelas seperti join zoom ditinggal tidur dan lain sebagainya. 

Dan sekolah sebagai bagian dari pendidikan selalu menerapkan aspek kognitif sebagai penilaian dalam keberhasilan mendidik siswa padahal  pendidikan yang berfokus pada aspek kognitif saja akan menghasilkan sebuah output peserta didik yang penurut dan pragmatis.

Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. 

Sementara menurut Chaplin, dijelaskan bahwa kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai. 

Banyak Sekolah yang menjadikan aspek kognitif ini sebagai aspek pengukur keberhasilan mendidik siswa. Tidak jarang sekolah hanya memikirkan nilai peserta didiknya dari aspek kognitif. Hal ini jelas bukan merupakan tujuan pendidikan. Aspek kognitif memang salah satu aspek dalam pendidikan namun bukan berarti menjadi satu-satunya aspek yang penting.

Hal ini menyebabkan siswa memiliki dorongan dari luar yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketiaklulusan atau ketidaknaikan. Aspirasi yang dimilikinya pun bukan ingin menguasai materi secara mendalam, melainkan sekedar asal lulus atau naik kelas. 

Sebaliknya, jika keinginannya dari dalam diri sendiri, dalam artian siswa tersebut memang tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajaran yang disajikan gurunya akan menjadikan siswa lebih memusatkan perhatiannya untuk benar-benar memahami dan juga memikirkan cara menerapkannya (Good & Brophy, 1990).

Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam terhadap isi materi pelajaran. Guru diharapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik, asal bagus dan asal lulus saja. 

Guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-keyakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.

Saat ini juga jika kita perhatikan, pendidikan di sekitar kita sedang mengalami pergeseran pola dalam proses pembelajaran yang seharusnya menjadikan murid sebagai pusat belajar (student oriented) tetapi nyatanya yang dijalankan malah konsep teacher oriended. Konsep mengajar tersebut merupakan bentuk gaya pengajaran lama yang menempatkan guru sebagai pusat belajar (teacher oriented). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline