Lihat ke Halaman Asli

Rizky Hidayat

Perluas Sudut Pandang, Persempit Memandang Sudut.

Terlalu Asik Pilih Takjil Hingga Lupa Uang Parkir

Diperbarui: 3 Mei 2020   00:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana pasar Ramadan. Foto: indonesiaimages.net

Yang dinanti kebanyakan orang ketika bulan Ramadan adalah saat dimana bisa ngabuburit sambil jalan-jalan santai di bazar Ramadan. Yang gak menanti moment begini sih, pasti orang-orang yang jomblo sama yang gak punya duit aja mungkin hihi.

Sebab tak cuma jalan, tapi juga bisa sambil olahraga mata. Loh, kok mata? kan yang jalan kaki bukan mata. Iya, cuman mata sudah pasti terlena dengan sajian di tiap kanan-kiri stand bazar yang pastinya menyajikan banyak pilihan kuliner untuk takjil dan berbuka sehingga pasti bikin kalap ngeborong untuk sajian berbuka nanti.

Kalau dipikir-pikir, rindu juga rasanya pergi ngabuburit seperti itu. Cuna sayang, karena wabah covid-19 pada akhirnya cuma bisa ngabuburit di dalam rumah sambil marathon film atau sesekali ngobrol sama tembok dan langit-langit rumah. Yah, mau bagaimana lagi, sebagai warga yang taat aturan, protokol perlu ditaati dan dilaksanakan betul-betul sehingga dapat membantu mengurangi penyebaran wabah. Sesekali boleh keluar rumah, itupun jika ada sebab urgensi kebutuhan yang tidak bisa ditinggal. Oke, kembali lagi pada topik seputar bazar Ramadan. Kali ini saya akan coba share pengalaman pribadi seputar lapar mata saat Ramadan.

Tepatnya pada Ramadan tahun lalu, saya sempat ngabuburit santuy sambil jalan agak songong sedikit, hehe. Maklum sebab waktu itu rasa-rasanya lagi bawa duit yang nominalnya bisa dibilang cukuplah jika untuk kebutuhan beli takjil satu rumah. Sayangnya, waktu itu niat cuma beli takjil untuk diri sendiri. Karena memang ngabuburitnya spontanitas dan untuk kebutuhan berbuka di tengah jalan.

Tapi, niatan buyar ketika jam lima sore menjelang masuk waktu magrib, ternyata hasil pembelian takjil saya melebihi target untuk kebutuhan buka sendiri hingga pada akhirnya ketika mau keluar dari tempat bazar teringat, eh uang yang saya bawa sudah ludes terpakai beli takjil. Mau pergi ambil motor waktu itu juga agak canggung, kalau cuma ngasih karcis ke tukang parkiran saja sepertinya kurang etis, apalagi tampang tukang parkirnya seperti Pak Ladushing (salah satu tokoh berwajah garang di serial kartun Shiva). Hingga akhirnya saya menunggu waktu berbuka di serambi masjid.

Dilema Kalap, Ternyata Nunggu Berbuka di Masjid Dapat Bonus Takjil

Nasib tambah puyeng ketika duduk-duduk gelisah di serambi Masjid tiba-tiba salah seorang petugas Masjid menghampiri saya. "Dek, ini takjil buat berbuka ya" sembari membagikan bungkusan takjil yang disediakan oleh panitia Masjid. Ah, nampaknya malah semakin mubadzir makanan-makanan yang sudah saya beli di stand bazar tadi, mana pikiran campur aduk juga karena uang habis dan takut ngasih karcis parkir kalau cuma karcisnya saja hingga akhirnya adzan berkumandang dan waktu berbuka tiba. Saya niatkan untuk berbuka di Masjid sembari sholat berjama'ah pula. Itung-itung sambil bermunajat minta petunjuk dan solusi meski sepele hanya karena urusan uang parkir. Alhasil, ba'da sholat dapat petunjuk.

Begitu selepas sholat saya mencoba untuk memberanikan tekad menuju parkiran dan barter uang parkir dengan makanan. Seketika ternyata ketika saya coba berikan karcis parkir dengan sebungkus plastik berisi 3 jajanan pasar, malah dikembalikan oleh bapak tukang parkir sembari berkata "Bawa aja dek makanannya untuk adek berbuka, parkirnya buat adek gratis kok", dalam hati seraya berkata "Alhamdulillah".

Pengalaman ini bisa dibilang nyusahin sih bagi diri saya, sebab ternyata beli sesuatu karena kebutuhan lebih utama daripada beli sesuatu karena keinginan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline