Lihat ke Halaman Asli

Rizki Muhammad Iqbal

Suka makan ikan tongkol

Puisi | Kita, Kota, Pendisiplinan dan Kepatuhan

Diperbarui: 11 Maret 2020   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

moondoggiesmusic.com

Seharusnya kepemilikan ramai, mobil, jalan, lampu tengah malam, lampu merah, pintu minimarket dan gemerlap kleb malam sadar bahwa kita adalah awan mendung yang memenuhi basah lantai hotel dan mengotorinya dengan campakan kesadaran.

Aku berkesempatan paham, dan kau yang kembali menyusuri tulisanku dengan harapan berupa kesenangan; namun yang kau temukan hanyalah lawang ujung yang bertepi kematian.

Aku dan kau berpisah tanpa bertukar pandang; tanpa meninggalkan pesan. Kau kembali patuh terhadap ucapan tukang moral, jelmaan nabi jaman sekarang, yang menerima wahyunya demi keselamatan pribadi dan meninggalkan hidup dengan kebahagiaan. Sedang aku kembali murung di selasar doamu yang tak sampai, hingga kutemui gorengan yang terduduk sejajar di etalase angkringan, kumakan serta kubungkus kesedihan untuk makan malamku dengan manusia yang dihunus kesia-siaan. Kemudian aku pulang melewati jembatan surga yang digusur sepi kemuraman, menghindar dari kepatuhan hari yang dihujat lingkaran kepalsuan.

Sungguh, pendisiplinan dan kepatuhan merupakan kebiadaban yang memberikan kemapanan.

Dan kita yang terduduk layu di hadapan otoritas industri, memahami keji dan memandangi jalanan: banyak kebut yang saling berseru untuk saling menikam dalam komedi pasar malam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline