Lihat ke Halaman Asli

Berburu Takjil di Bara

Diperbarui: 17 Mei 2018   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Momen seru berburu takjil, mengingatkan pada saat masih kuliah. Dulu, semasa kuliah di kampus rakyat. Ada satu ruas jalan lingkar kampus yang isinya mulai dari atasan sampai daleman. Toserba rakyat, mulai dari pedagang pulsa, fotokopi, warnet, warung makan, toko peralatan rumah tangga, butik ala kelas jelata,toko buku sampai bengkel sepeda. Kami menyingkat ruas jalan babakan raya dengan sebutan Bara.

Di hari biasa, pedagang hanya berjualan di ruko atau gerobak masing masing. Tapi kalau sudah masuk akhir pekan, banyak lapak dan tenda tumpah ruah. Surga bagi para mahasiswa yang mencari harga miring berbagai keperluan kampus. Jalan Bara ini, juga tak kalah ramainya dibanding lokasi pujasera lainnya.

Apalagi pada saat bulan puasa.  Banyak pilihan menu berbuka puasa. Di ujung jalan Bara, ada sebutan untuk tembok keluar mahasiswa dari kampus. Entah darimana asalnya, gerbang tersebut diberi nama Berlin. Ruas jalan bara yang membentang dari utara ke selatan, berjejer berbagai pedagang makanan.

Di ujung utara, dekat dengan berlin, ada pedagang jahe merah, berturut turut dari utara ke selatan, ada penjual cilok, es pisang palu butung, pempek Palembang, mie Aceh, batagor siomay Bandung, Seblak , Lumpia basah, Roti Mariam, Gorengan, Milkshake merk Susu Mbok Darmi, Es Dawet, Es Cincau, Mie Ayam, Bakso gepeng, Roti bakar, Sate Ayam, bubur ayam, Kue Cubit Telkom, Risol, rujak dan Soto Surabaya, Gemblong dan Cakue.

Nah, banyaknya pilihan bikin mahasiswa nih lapar mata dan galau sempurna. Semuanya ada. Serunya, tinggal pilih. Jumlah mahasiswa yang berburu takjil mirip jamaah lempar jumroh. Padat!. Lapak yang digelar mulai dari jam 4 sore sudah dipadati mahasiswa sejak ashar hanya untuk berburu takjil. Saat ini, lagi ramai dan menjamur es kepal. Tapi menu tersebut bukan menu favorit saya. Menu favorit yang saya incar adalah Es Cendol.

Es Cendol ini dari luar terlihat biasa saja. Tapi dari segi rasa, istimewa banget. Gula merah asli sebagai pengawet dicampur dengan santan asli. Bagi mahasiswa porsinya lumayan besar dengan bandrol harga 4000 rupiah. Dan kalau mencari mepet dengan waktu berbuka, jangan harap bisa dapat. Sejam si mamang mangkal di titik strategis, sekejap langsung habis. Untuk kudapan yang bisa dibawa pulang, Bara memang juaranya. Lumpia Basah yang ada di Bara dijamin menggugah selera.

Berburu takjil dimulai ketika jam kuliah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Begitu paparan presentasi dosen dalam file powerpoint menunjukkan kata "terima kasih", segera alat tulis dan catatan kuliah sudah berada di dalam tas dengan rapi dan segera menuju Bara. Fakultas saya kebetulan letaknya jauh di belakang kurang lebih 1 km dari Bara. Sementara 4 Fakultas lainnya berada dekat dengan Bara. 

Tentu kondisi ini kurang menguntungkan dalam pencarian ghanimah. Saat mahasiswa 8 tahun yang lalu, jarang sekali mahasiswa yang memiliki kendaraan bermotor. Tidak seperti saat ini, berburu takjil es cendol dan lumpia basah bisa hanya jadi angan saja kalau tidak sigap dan tangkas menyusuri Bara. Maklum saja, dengan jumlah mahasiswa ribuan lebih turun di sepanjang ruas jalan dengan panjang kurang lebih 500 meter. Hampir mirip aksi demonstrasi. Belum lagi budget  terbatas kiriman dari orangtua di kampung memaksa otak para mahasiswa ini berpikir kreatif mencari menu enak di perut dan cocok di kantong. Maka jangan heran kalau kami pun tak kekurangan pilihan mencari menu takjil favorit di setiap bulan puasa. Ini kisah seruku, mana kisahmu?.

Alumnus penikmat jajan Bara sejak tahun 2010, Bogor




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline