Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Antara 600 Jiwa dengan 800 Jiwa

Diperbarui: 10 Februari 2020   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hunian sementara yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat terdampak tanah longsor dari Kampung Rancanangka, Desa Cileuksa. Mereka membangun hunian sementara di Kampung Cipugur. Photo: Rinsan Tobing

 Tenda-tenda biru dan oranye yang dilekatkan di tiang-tiang bambu membentuk tempat tinggal seadanya menjadi pemandangan baru di salah satu sudut Kampung Cipugur Desa Cileuksa di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor.

Bangunan seadanya itu  saat ini menjadi tempat tinggal kurang lebih 800 jiwa dari 220 kepala keluarga. Mereka berasal dari Kampung Rancanangka Desa Cileuksa yang terpaksa mengungsi karena kampung mereka terdampak bencana tanah longsor yang terjadi di awal tahun 2020.

Mereka memilih untuk tinggal disana karena terpaksa. Lingkungan yang dulunya ramah, tiba-tba mengharubiru kehidupan mereka. Mereka kembali ke titik nol. Harta yang dikumpulkan bertahun-tahun hanya tersisa pakaian di badan.

Kejadian bencana banjir dan tanah longsor di awal tahun tidak disangka-sangka. Mereka harus bertindak dan tidak boleh berdiam.

"Dulu saya hanya menyaksikan kejadian bencana di televisi, seperti kejadian di Aceh dulu. Sekarang kami alami sendiri" ujar Pak Aden lirih, seorang guru di MI Alhidayah Desa Cileuksa.

Matanya yang sudah menua seperti menahan beban. Tubuhnya yang sudah memperlihatkan ketuaannya seperti menolak untuk menerima keadaan. Terlebih lagi ketika harus memulai tinggal di pemukiman sementara, di perbukitan yang baru dipapas dan di dalam rumah sementara berukuran 4x4 meter dengan tiang bambu dan dinding terpal.

Dua kali kunjungan Presiden Jokowi ke Kecamatan Sukajaya tidak membuat kehidupan di Kampung Cipugur itu berubah. Masyarakat harus berjuang sendiri untuk bangkit kembali.

Berakhirnya masa tanggap darurat yang diperpanjang juga tidak memberikan dampak apa pun. Mereka harus berjuang untuk bangkit. Lahan yang basah di waktu hujan, menjadi perjuangan tersendiri. Air yang tidak tersedia menjadi persoalan yang harus diatasi. Belum lagi masalah penghidupan yang harus dibangun lagi.

Mereka tidak mengeluh. Mereka tidak berteriak untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Mereka tidak diistimewakan oleh pemerintah. Mereka, masyarakat terdampak, hanya bisa mengharapkan bantuan dari berbagai pihak. 

Bantuan yang dari hari ke hari semakin menipis dan kemudian hilang. Seiring waktu, mungkin mereka akan dilupakan dan tidak menjadi perhatian lagi. Terlebih lagi bila ada kejadian bencana baru di daerah lain. Mudah-mudahan tidak.

Tidak ada yang memperhatikan mereka, kecuali mereka sendiri. Tidak ada pihak yang berjuang untuk memberikan penghasilan dari mereka. Mereka masyarakat Indonesia dan pemilik identitas Indonesia yang sah. Tidak pernah membakar paspor bahkan melakukan kejahatan kemanusiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline