Lihat ke Halaman Asli

Rinda Gusvita

Dosen Institut Teknologi Sumatera

Buku: Warga Krisis Sumatera Tagih Janji Jokowi

Diperbarui: 9 April 2016   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul buku: #SolusiTandingJokowi Setumpuk Tagihan Keselamatan Ruang Hidup
Penulis: Mohammad Sidik, Isyanto, Muslim Rasyid, Nopi Juansyah,   Fahmi,  Rizani Ahmad, Nora Hidayati, Rinda Gusvita, Sigid Widagdo
Perancang grafis: Laksono Adi Widodo
Penyunting: Arief Wicaksono, Christian Purba, Khalid Saifullah. Ambrosius Ruwindrijarto
Jumlah halaman: 81
Tanggal terbit: 1 April 2016
Penerbit: The Samdhana Institute
ISBN: 978-979-17013-3-4
 

[caption caption="#SolusiTandingJokowi Setumpuk Tagihan Keselamatan Ruang Hidup"][/caption]“Sebuah kebijakan yang baik adalah yang rumusannya baik (tegas, tidak ambigu, pencapaiannya terukur), implementasinya baik, dan penyelenggaranya baik. Inilah tiga dimensi kebijakan yang menyatu dan utuh.” – Pendamba Keselamatan Ruang Hidup Warga Sumatera, 2016.

 

Sinopsis 

Pulau Sumatera memiliki kerawanan yang sangat tinggi terkait bencana. Pulau Sumatera terletak di antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Di Pulau Sumatera juga terbentang jajaran gunung berapi dan perbukitan vulkanik. Ada juga zona patahan sepanjang 1.900 kilometer dari Banda Aceh sampai Teluk Semangka di Lampung yang menyebabkan rangkaian gempa bumi di wilayah-wilayah yang dilaluinya. Warga Sumatera harus bersiaga menghadapi letusan gunung berapi, longsor, gempa bumi, dan tsunami. 

Pulau Sumatera seperti sebuah surau yang roboh karena pondasinya digerus habis-habisan sedangkan di atasnya terbebani oleh mahkota yang terlalu berat. Pondasi itu perumpamaan kesehatan hutan dan lingkungan hidup, keadilan agraria, keutuhan sosial-budaya, kecukupan air-pangan-energi, dan ketersediaan layanan dasar. Mahkota itu perumpamaan target pertumbuhan ekonomi dan laju investasi yang demikian mentereng dan mewah. 

Pertumbuhan ekonomi dan investasi itulah yang digelari karpet merah oleh berbagai paket kebijakan terkini.

 

Permohonan warga Krisis Sumatera untuk Kembali ke Nawacita 

Nawacita mengungkapkan tentang lemahnya sendi-sendi perekonomian bangsa yang terlihat dari belum terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, kesenjangan antarwilayah, kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, dan ketergantungan dalam hal pangan, energi, keuangan dan teknologi. Persoalannya adalah ketidakmampuan negara dalam memanfaatkan secara berkelanjutan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat besar, baik yang mewujud maupun yang bersifat non-fisik, bagi kesejahteraan rakyatnya. 

Pengerukan kekayaan alam secara besarbesaran telah menghancurkan lingkungan hidup dan sistem penyangga kehidupan, sedangkan politik penyeragaman telah memudarkan solidaritas dan gotong royong serta meminggirkan keberagaman budaya lokal. Kegagalan pengelolaan keberagaman itu sangkutannya adalah ketidakadilan dalam realokasi dan redistribusi sumber daya nasional yang memperuncing kesenjangan sosial. Ketidakmampuan negara untuk hadir dan mengelola keberagaman juga ditunjukkan oleh perilaku berproyek, yaitu proyek-proyek raksasa pengerukan sumber daya alam, penyingkiran rakyat dari tanahnya, dan penciptaan sumber-sumber korupsi besar-besaran bagi aparat penyelenggara negara.

Seperti dituliskan dalam buku ini, lemahnya pengawasan dan buruknya implementasi tata kelola hutan telah mengakibatkan kawasan hutan produksi di Lampung semakin rusak dan berubah menjadi peladangan dan lahan kritis. Kerusakan hutan di Lampung itu juga disebabkan oleh ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam penunjukan dan pemanfaatan kawasan hutan. Setiap terbitnya kebijakan dari pusat, luas dan peruntukan kawasan hutan di Lampung jadi berbeda-beda lagi. 

Lampung yang merupakan “pintu gerbang Sumatera” nyatanya memang menjadi “pintu gerbang” bagi keruntuhan Sumatera secara keseluruhan. Segala kasus, konflik dan intrik ruang hidup yang terjadi di Sumatera, ada pula di Lampung. Di awal buku ini menjelaskan tentang hasil blusukan para penulisnya di Lampung. Krisis rupanya menjadi justifikasi yang mudah untuk berbagai proyek raksasa. Provinsi Lampung kini berwacana membangun proyek-proyek infrastruktur: waduk-waduk (Sukoharjo, Segalamider, Way Sekampung, Sukaraja III), Pembangkit Listrik Tenaga Air Semangka (56 MW), pelabuhan-pelabuhan (Panjang, Bakauheni,Merak), dan jalur kereta api jalur ganda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline