Lihat ke Halaman Asli

Penyambutan Presiden Baru, Cermin Ironisme Krisisnya Pemakluman

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia sudah memasuki fase baru dalam dunia politiknya, dengan terpilihnya presiden ke-7 yang baru saja dilantik beberapa hari yang lalu.

fase fase perjalanan demokrasi kita juga menciptakan gejolak gejolak sosial masyarakat, mulai dari pencalonan, penetapan dari Komisi Pemilihan Umum, masa kampanye capres cawapres, hingga penetapan presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU dan berujung pada sidang di Mahkamah Konstitusi. kita semua, rakyat Indonesia meyaksikan semua fase tersebut.

fase cerita indah demokrasi Indonesia 2014 ini berakhir dengan selebrasi pesta rakyat tepat setelah pelantikan presiden terpilih.

disini terkuak ironi miris tentang krisisnya pemakluman.

euphoria dimulainya pemerintahan baru yang ditandai dengan pelantikan presiden terpilih (masih saja) menimbulkan caci maki tentang presiden terdahulu dan seolah olah "menabikan" presiden baru.

ini tidak salah, tentang harapan baru akan perubahan Indonesia yang lebih baik, tapi pantaskah kita, bangsa yang besar dan beradab mencaci maki seorang kepala negara ?

setiap kepala negara pasti telah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik untuk rakyatnya, yang pada akhir jabatan tetap kita temui kenyataan bahwa apa yang dicapai masih jauh dari harapan.

disini kita harus menyadari tentang arti penting pemakluman, juga penghargaan.

dengan pemerintahan baru, kita diajak untuk menghargai apa apa yang sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya yang sedikit banyak mempermudah pekerjaan pemerintahan baru, meskipun secara bersamaan pemerintahan lama juga meninggalkan hutang dan ketidakpastian hukum.

terlepas dari itu semua, cobalah kita berempati pada pribadi sang kepala negara, beri penghargaan atas usahanya membangun infrastruktur untuk kesejahteraan rakyat.

beri pemakluman bahwa sang kepala negara juga manusia biasa yang memiliki keterbatasan mengeksekusi harapan harapan yang tersampir di pundaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline