Lihat ke Halaman Asli

Cacing

Diperbarui: 10 Juni 2019   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi : unspalsh

Cacing? Uh, jangan sampai deh dia mendekatiku! Aku ingat saat berusia lima tahun, Mas Bi melemparkan seekor cacing ke wajahku. Ketika itu kami sama-sama bermain di kebun Paman Handoko. Hasilnya, sampai sekarang aku trauma kepada segala sesuatu yang berbentuk cacing, termasuk makanan seperti mie.

Membenci mie? Wah, wah! Orang pasti tak dapat membayangkan bagaimana makhluk seperti aku bisa membenci mie. Padahal mie merupakan santapan super yummy. Meski jelas sekali membuat tubuh bertambah melar, bahkan ditimbun segala pernak-pernik bahan pengawet, penyedap rasa, dan bla...bla...bla...

"Phobia mie? Hahaha!" Begitu teman-teman mengejek saat tahu aku paling benci atau tepatnya takut terhadap mie.

Itulah yang menyebabkan di rumahku tak ada hidangan berbentuk mie. Kalau ada di antara anggota keluargaku yang kepingin berat makanan berbentuk cacing itu, langsung saja bela-belain makan di kamar misalnya. Atau pergi bersantap di luar rumah dengan menghilangkan daftar salah seorang keluarga mereka; yaitu aku!

* * *

Matahari menyembul garang di ufuk timur. Hari ini kemarau kesekian mengawali pagiku. Tapi aku tetap menghadapi semuanya dengan bersemangat. Untuk apa mengeluh, toh! Badanku berkeringat, itu juga untuk kesehatan. Lagi pula, psst! Hampir dua minggu ini aku jalan bareng Igo. Itu tuh... anak yang tatapannya seperti marmut. Begitu suci dan lucu menggemaskan. Belum lagi seabrek nilai plus yang dimilikinya seperti  orangtua yang tajir, otak encer dan ekstra kulikulernya. Hmm...pantaslah aku berbangga menjadi seorang putri pujaannya.

"Aih, yang lagi jatuh cinta!" Irin menggodaku di gerbang sekolah. Aku celingak-celinguk mencari Igo. Ternyata cowok itu belum datang.

"Iya, dong! Ternyata jatuh cinta itu enak lho, Rin!" Aku langsung masuk ke dalam kelas. Irin mengekoriku dengan setengah mengumpat. Maklum, sampai sekarang memang tak ada cowok yang mau mendekatinya. Bukan karena dia tak cantik. Bukan karena para cowok tak menyukainya. Melainkan dia cewek terjudes di sekolahku. Ya, begitu pun bagiku ada untungnya juga. Berjalan bareng dia, membuatku aman dari godaan cowok iseng.

Setelah duduk di kursi sambil membaca novel trilogi berjudul Cinta, Irin menggamit lenganku. "Tadi Igo menyamperiku ke rumah. Katanya, hari ini dia tak masuk sekolah."

Nyesss! Hatiku yang membara ingin bertemu sang pujaan hati, seketika padam. "Kenapa? Dia sakit?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline