Lihat ke Halaman Asli

Rido Nugroho

Public Policy and ESG Enthusiast

ESG Meningkatkan atau Melemahkan Daya Saing?

Diperbarui: 6 Februari 2024   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik

Isu keberlanjutan mendorong perusahaan-perusahaan beralih dari prinsip shareholder capitalism yang hanya memberikan keuntungan bagi kepentingan pemegang saham ke stakeholder capitalism yang memberikan manfaat lebih luas bagi seluruh pemangku kepentingan.

Menurut Bloomberg Intelligence , aset ESG global dapat melebihi $53 triliun pada tahun 2025.

Isu keberlanjutan kini menjadi semakin mendesak dan relevan bagi dunia bisnis. Banyak perusahaan yang mulai beralih dari prinsip shareholder capitalism, yang hanya memberikan keuntungan bagi kepentingan pemegang saham, ke stakeholder capitalism, yang memberikan manfaat lebih luas bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Dengan demikian, perusahaan-perusahaan tersebut dapat menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan dan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Menurut Bloomberg Intelligence, aset ESG global dapat melebihi $53 triliun pada tahun 2025, menunjukkan potensi dan tren yang menguntungkan bagi stakeholder capitalism.

Lalu apakah ESG melemahkan atau meningkatkan daya saing perusahaan?

Kekhawatiran bahwa penekanan berlebihan pada ESG dapat merugikan daya saing perusahaan tidaklah salah. Faktanya, terdapat pertanyaan yang sahih mengenai apakah, jika suatu perusahaan mengerahkan terlalu banyak energi untuk mencapai tujuan-tujuan ESG, maka perusahaan tersebut berisiko kehilangan fokusnya pada pertumbuhan, pangsa pasar, dan keuntungan.

Pada bulan Maret 2021, misalnya, Emmanuel Faber, CEO dan Chairman Danone, mengundurkan diri di tengah tekanan dari aktivis investor, yang salah satunya menyatakan bahwa Faber "tidak berhasil mencapai keseimbangan yang tepat antara penciptaan nilai pemegang saham dan keberlanjutan.

Secara umum, jika sebuah perusahaan terlalu berfokus pada ESG, perusahaan tersebut akan kesulitan bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang standarnya kurang ketat, seperti Tiongkok.

Namun jika sebuah perusahaan tidak cukup fokus pada ESG, maka perusahaan tersebut berisiko tertinggal di pasar, kehilangan dukungan dari karyawan, pelanggan, dan investor, dan bahkan berpotensi kehilangan izin untuk berdagang di lingkungan dengan peraturan/ESG yang lebih ketat, seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Menemukan keseimbangan yang tepat akan sulit karena parameternya akan bervariasi antar sektor dan geografi, serta seiring berjalannya waktu. Hal yang penting adalah dewan secara konsisten meninjau kembali fokus mereka pada ESG dan menilai apakah mereka mampu mengelola trade-off yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline