Lihat ke Halaman Asli

Rian Efendi

Mahasiswa Teknik Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Negeri Subang

KUHP Warisan Kolonial Vs RUU KUHP Rasa Pribumi

Diperbarui: 24 September 2019   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada anggapan di masyarakat mengenai hukum yang tidak berpihak pada rakyat. Rakyat mempunyai persepsi mengenai hukum di Indonesia yang cenderung berat sebelah.

Hukum di Indonesia ibarat sebilah pisau dengan satu sisi yang tajam, sedangkan sisi yang lainnya tidaklah tajam. Hukum tersebut mempunyai makna tajam untuk menindas rakyat, tetapi lembut kepada penguasa.

Hukum di Indonesia berwajah seperti penjajah, dimana rakyat hanya dianggap sebagai garapan ternak untuk diambil keuntungannya, sedangkan penguasa bertugas sebagai penggembala yang mengambil keuntungan dan menikmatinya.

Tidak heran hukum di Indonesia berwajah penjajah, karena salah satu instrumen hukum yang dijadikan acuan merupakan warisan kolonial Belanda. Sebut saja KUHP, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KUHP merupakan sumber hukum pidana yang dipakai di Indonesia sebagai acuan atas dasar hukum mengenai pemidanaan. KUHP yang dipakai saat ini merupakan warisan dari Wetboek van Strafrecht yang disahkan pada tahun 1915 melalui staatsblad nomor 732, dan diterapkan pada tahun 1918 hingga sekarang.

Pasca kemerdekaan Indonesia, Wetboek van Strafrecht  tetap diberlakukan sebagai KUHP yang menjadi dasar dari hukum pidana di Indonesia, disertai dengan beberapa penyelarasan berupa pencabutan pasal-pasal yang dinilai tidak relevan dengan kondisi yang ada di lingkungan masyarakat Indonesia.

Kesan yang melekat pada hukum Indonesia yang bersifat menjajah, mengilhami para wakil rakyat untuk mengganti KUHP yang notabene warisan kolonial dengan hukum yang dianggap sebagai produk pribumi itu sendiri, sehingga lahirlah RUU KUHP.

Akan tetapi, nyatanya KUHP yang merupakan warisan kolonial Belanda lebih baik daripada RUU KUHP hasil revisian para anak bangsa yang menamai dirinya wakil rakyat.

Hal tersebut dapat dibuktikan dari banyaknya pasal karet yang terdapat di dalam RUU KUHP yang diusulkan oleh DPR pada periode ini. Tidak ada yang mengetahui motif dikebutnya pengesahan RUU KUHP di akhir periode jabatan mereka.

Hal yang pertama disoroti adalah mengenai asal legalitas yang terdapat di RUU KUHP. Asas legalitas merupakan jaminan mengenai batas kegiatan yang boleh dilakukan, dan yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat di dalam hukum.

Pada KUHP yang masih berlaku pada saat ini, Pasal 1 ayat 1 menyebutkan, "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline