Lihat ke Halaman Asli

Reyvaldo Frdadhita Hetaria

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pada berita Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah

Diperbarui: 26 April 2021   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kebebasan pers di Indonesia yang telah terjamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentunya bukanlah kebebasan yang mutlak, melainkan kebebasan yang harus dilandasi peraturan atau pedoman yang berlaku.  Pedoman tersebut disebut Kode Etik Jurnalistik yang terdiri dari 11 pasal. Dalam buku Jurnalisme Kontemporer (2017) karya Septiawan Santana memaparkan definisi kode etik jurnalistik, yaitu sekumpulan peraturan yang wajib dipatuhi oleh wartawan dalam menjalankan pekerjaannya

Sementara beberapa waktu terakhir banyak sekali bentuk pelanggaran kode etik jurnalistik pada berita-berita online. Adapun contohnya adalah berita mengenai Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah yang baru-baru ini menggelar pernikahannya. Jalan beberapa minggu setelah pernikahan, bermunculan berita-berita online terkait kehidupan ranjang pasturi tersebut.

Dilihat dari judulnya saja pembaca sudah mengetahui bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk pelangaran kode etik jurnalistik. Dari ke-11 pasal, pasal yang sangat jelas dilanggar adalah pasal 2 “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”. Menurut tirto.id definisi berita cabul adalah berita yang menggambarkan tingkah laku secara erotis berupa foto, suara, grafis atau tulisan yang dapat membangkitkan nafsu birahi.

Kendati merupakan suatu bentuk pelanggaran tetapi cukup banyak media-media online yang membuat isi berita yang hampir sama, yaitu tentang kehidupan ranjang kedua pasturi tersebut. Menyikapi hal tersebut publik juga dibuat terheran-heran mengenai berita yang tidak penting tersebut. Sampai-sampai hal tersebut menjadi buah bibir di twitter untuk beberapa waktu. Di sisi lain para wartawan pembuat berita tersebut tentunya bersorak gembira atas keberhasilannya dalam membuat berita yang akhirnya menjadi viral meskipun dengan melanggar kode etik yang sudah ditetapkan.

Para wartawan pembuat berita tersebut seperti tidak memikirkan dampak yang akan terjadi setelah berita tersebut diterbitkan. Terlebih pada anak di bawah umur yang masih labil dan mudah terpengaruh. Apalagi Atta Halilintar merupakan seorang youtuber yang menjadi idola banyak anak remaja. Jika berita dengan unsur seksual atau cabul tersebut beredar tentunya akan banyak yang melihatnya. Sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan menyebabkan peningkatan kasus pengaksesan konten berbau pornografi oleh anak di bawah umur.

Menyikap hal tersebut, para wartawan seharusnya bisa menerapkan kode etik jurnalistik pada setiap berita yang dibuatnya. Wartawan dituntut untuk tidak hanya memikirkan popularitas dan keviralan berita yang dibuatnya, melainkan harus mementingkan kualitas berita yang dibuatnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline