Lihat ke Halaman Asli

Reynal Prasetya

TERVERIFIKASI

Broadcaster yang hobi menulis.

Carilah Pasangan Hidup yang "Adanya Apa?" Bukan "Apa Adanya"

Diperbarui: 27 April 2020   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi menolak pemberian. (Sumber: depositphotos via kompas.com)

Kira-kira seberapa sering anda menemukan atau di kirimi oleh teman quotes-quotes manis seperti ini?.

Jangan mengubah dirimu hanya karena ingin dicinta. Jika dia tak bisa menerima mu apa adanya, temukan seseorang yang bisa.

Semua standar dalam memilih pasangan akan hilang ketika jatuh cinta.

Karena yang bersedia menemani mu dari nol itulah yang patut diperjuangkan

Terus terang quotes-quotes tersebut begitu manis, indah nan lembut terdengar ditelinga, namun bila kita terlalu merenunginya dalam-dalam, sehingga tanpa sadar pesan tersebut masuk ke alam bawah sadar, efeknya bisa sangat merugikan bahkan melemahkan diri sendiri.

Kenapa saya sampai berani berargumen demikian? Karena realitanya, tidak akan pernah ada orang yang benar-benar bersedia menerima diri kita apa adanya.

Karena realitanya, tidak akan pernah ada orang yang benar-benar bersedia menemani kita berjuang dari nol!

Bila di tilik dengan seksama, quotes-quotes semacam itu memang terkesan masuk akal, seakan-akan memotivasi, membangkitkan, menyembuhkan, namun ketika anda meneguknya terlalu banyak, anda bisa menjadi over dosis, sehingga berubah menjadi sosok bucin atau apa yang orang bilang sebagai budak cinta.

Kalau sudah jadi bucin, biasanya anda akan mengalami efek micin. Apa itu micin? Ya, migren cinta. Akibat pening terlalu memikirkan masalah romansa, pikiran menjadi kalut karena tertutup oleh kabut biokimia.

Tidak mudah untuk menerima kenyataan ini, karena saya sendiri pernah mengalami betapa sulitnya keluar dari illusi tersebut.

Semenjak lima tahun yang lalu, saya terlalu percaya bahwa cinta bisa merubah semuanya, terlalu percaya bahwa cinta bisa merubah kebiasaan buruk pasangan, terlalu percaya bahwa cinta dan ketulusan perlahan-lahan bisa meluluhkan hati pasangan, namun nyatanya, bak air susu dibalas air tuba, cinta tulus suci itu hancur, jatuh berkeping-keping, berserakan tak bersisa.

Memang diera modern seperti sekarang ini, pelan-pelan relasi dan budaya cinta mulai berubah begitu cepat, mempengaruhi pikiran kita. Sehingga banyak orang yang tidak sadarkan diri, memulai dan memutuskan melekatkan diri dalam ikatan pernikahan tanpa pertimbangan yang matang, sehingga pernikahan yang di gadang-gadang bisa membuat keduanya bahagia justru berakhir dalam malapetaka.

Semua bisa terjadi akibat terlalu banyaknya remaja (milenial) yang kurang persiapan, tidak belajar soal relasi cinta dengan tepat. Kita enggan belajar berlogika, padahal edukasi pra nikah benar-benar penting dan krusial bagi kelangsungan hubungan jangka panjang.

Selama ini, kita hanya mengandalkan film-film, lirik-lirik lagu, sinetron, kutipan bijak, kata-kata galau, rayuan gombal picisan, yang mengakibatkan mental dan kecerdasan kita berkurang dan menjadi lemah dalam mengelola hubungan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline