Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terus melakukan konsolidasi. Hal itu dijalankan tidak hanya terkait dengan kepentingan hajatan Pilkada serentak di tahun 2018, tetapi juga bersangkut paut dengan gelaran Pilpres serentak pada tahun tahun 2019.
Pada hari ini, Kamis, 3 Mei 2018, PDIP mengadakan Rapat Koordinasi Bidang Politik dan Keamanan tingkat nasional di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan ini, setidaknya ada dua pesan penting yang disampaikan Megawati untuk para kadernya(Kompas.com, 03/05/2018).
Pertama, mengingatkan kader PDIP agar hati-hati berbicara di depan publik. Menurutnya, ketidakhati-hatian berbicara di depan publik bisa membawa dampak buruk dan mencoreng nama baik partai. Kalau nama partai buruk, tentu akan berpengaruh kepada hasil pemilu. Mega mengaku, ada kader partai yang dipecat gara-gara tidak mampu mengontrol pembicaraan di ruang publik.
Untuk konteks kebutuhan partai, pernyataan Megawati ini tentu saja penting. Tetapi, sesungguhnya, kalau mau melihat secara lebih substansial lagi, himbauan Mega itu baiknya tidak hanya demi kepentingan partai, tetapi demi kepentingan publik, yaitu masyarakat.
Itu berarti, sikap hati-hati berbicara di depan publik itu hendaknya dimaknai sebagai sikap yang mengutamakan kepentingan publik. Apa yang disampaikan para kader dalam ruang publik, setidaknya sejalan dengan aspirasi dan kehendak publik.
Kalau saya perhatikan selama ini, ada kader PDIP bersuara berseberangan dengan kepentingan publik. Contoh yang paling konkret adalah masalah yang terkait dengan KPK.
Sebagaimana diketahui, PDIP, bahkan Megawati, diindikasi kuat sangat ingin membubarkan lembaga antirasuah ini dengan berbagai alasan yang terkesan mengada-ada. Puncaknya adalah kengototan PDIP dalam pansus angket KPK.
Niat PDIP yang ingin membubarkan KPK ini sungguh mengherankan. Sebab, Megawati punya andil besar dalam membentuk dan memperkuat keberadaan lembaga anti-korupsi ini. Ada apa sebenarnya? Sejarah dan waktu yang akan membuatknya terang benderang.
Kedua, Mega mengimbau para kader tidak terlena dengan hasil survei. Sebagaimana diketahui, hasil sigi beberapa lembaga survei atau media satu-dua bulan terakhir ini, memang selalu mendudukkan PDIP di urutan puncak elektabilitas.
Survei Cirus Network pada 27 Maret -- 3 April 2018 menempatkan elektabilitas PDIP sebesar 26,9 persen. Sementara, menurut survei Kompas, elektabilitas PDIP mencapai 33,3 persen. Hasil survei teranyar Indikator Politik Indonesia juga menempatkan elektabilitas PDIP di urutan teratas, yaitu 27,7 persen.
Elektabilitas ini bisa dicapai tentu karena kerja keras para kader partai di semua daerah. Namun, harus diakui, elektabilitas PDIP ikut dikerek naik oleh sosok Jokowi. Peran Jokowi ini bukan asumsi belaka, tetapi berdasarkan fakta dan didukung data riset.