Masa Depan Penerimaan Negara Indonesia di Era Digital: Dari Pajak Analog Menuju Ekosistem Fiskal Cerdas yang Berkeadilan
Pendahuluan
Berkembangnya teknologi digital saat ini telah mengubah paradigma hampir semua aspek kehidupan manusia, tak dipungkiri sistem pengelolaan keuangan negara turut terkena impact dari perkembangan teknologi saat ini.. Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dunia, menghadapi tantangan sekaligus peluang besar dalam mentransformasi sistem penerimaan negaranya. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan tingkat penetrasi internet yang terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan teknologi dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara melalui digitalisasi. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan ekonomi berbasis platform, model sistem fiskal yang masih bergantung pada proses manual telah mulai menunjukkan sisi kelemahannya. Transisi dari sistem pajak analog menuju ekosistem fiskal cerdas bukan lagi pilihan melainkan suatu hal yang mesti diwujudkan demi menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan dan modern.
Kondisi Penerimaan Negara Indonesia Saat Ini
Penerimaan negara Indonesia saat ini masih didominasi oleh sektor perpajakan, yang menyumbang sekitar 80 persen dari total penerimaan negara. Pada tahun 2024 realisasi penerimaan pajak mencapai Rp.1.932,4 triliun atau 100,5 persen dari target APBN, menunjukkan resiliensi sistem perpajakan nasional. Dengan begitu target penerimaan pajak untuk ditahun 2025 semakin meingkat yaitu sebesar Rp.2.189,3 triliun.Transformasi digital dalam sistem penerimaan negara bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan keberlanjutan fiskal dan daya saing ekonomi nasional, sebab dengan semakin meningkatnya target penerimaan pajak maka akan meinimbulkan lebih banyak tantangan yang memerlukan terobosan sistematik.
Adapun tantangan utama yang dihadapi meliputi :
Keterbatasan Sistem Digital dalam Administrasi Pajak Sistem perpajakan Indonesia parsial menimbulkan berbagai kendala yang menghambat optimalisasi penerimaan negara. Wajib pajak dihadapi dengan alur pelaporan perpajakan yang ribet,lalu masih kurang optimalnya sistem yang ada saat ini, serta kompleksitas administrasi yang panjang sehingga berpotensi menimbulkan celah kepatuhan sukarela wajib pajak, terutama bagi wajib pajak yang bergerak disektor UMKM.
Pertumbuhan Ekonomi Digital yang Belum Optimal Berdasarkan riset Google,Temasek, dan Bain menunjukkan potensi ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai US$133 miliar pada 2025, namun melihat sistem perpajakan yang ada saat ini belum sepenuhnya dapat membantu mengoptimalkan potensi penerimaan negara membuat ragu akan terwujudnya perkiraan tersebut.
Isu Keadilan dan Kepatuhan Adanya disparitas antara wajib pajak di Indonesia menciptakan sebuah ketimpangan dalam upaya mereka untuk memenuhi kewjiban mereka sebagai wajib pajak, yang nantinya dapat berujung pada isu keadilan sistem fiskal.
Transformasi Digital : Platform System Information of Tax Administration Platform (PSIAP)
Pada awal tahun 2024 pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusan mereka dalam melakukan pengoptimalan digitalisasi terkait sistem pengadministrasian perpajakan. PSIAP mulai efektif diberlakukan pada 1 Januari 2025 yang mana PSIAP memperlihatkan paradigma baru dalam administrasi perpajakan yang berfokus pada integrasi, akurasi, serta aksebilitas bagi seluruh kalangan wajib pajak.