Lihat ke Halaman Asli

Rionanda Dhamma Putra

Ingin tahu banyak hal.

Mengadakan Reformasi dan Pembangunan Ekonomi

Diperbarui: 29 Agustus 2018   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://www.am2018bali.go.id

IMF-World Bank Annual Meeting 2018 sudah semakin dekat. Pertemuan tahunan yang mempertemukan berbagai stakeholder perekonomian dunia ini adalah salah satu momen penting bagi Bangsa Indonesia di tahun 2018, selain perhelatan Asian Games.

Mengapa? Pertemuan ini menentukan nasib 7,2 miliar penduduk Bumi, termasuk 261 juta penduduk Indonesia. Pertemuan ini membahas tentang outlook perekonomian dunia, pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan efektivitas bantuan luar negeri (foreign aid). Hasil pembahasan keempat hal ini pasti memengaruhi kehidupan kita semua, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika begitu, maka bagaimana peran ekonomi bagi kehidupan manusia? Bagaimana peran manusia dalam ekonomi?

"Economics are the method, the object is to change the soul," tandas Perdana Menteri Inggris ke 49, Margaret Hilda Thatcher. Ekonomi berperan penting sebagai salah satu metode untuk mensejahterakan manusia. Tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa manusia sebagai pelaku ekonomi berperan sebagai subjek, bukan hanya sekedar objek seperti sumber daya alam. Sehingga, peningkatan kualitas hidup manusia (increasing human welfare) harus menjadi tujuan jangka panjang perekonomian Indonesia, bukan hanya sekedar pertumbuhan ekonomi yang tinggi atau tingkat inflasi yang rendah.

Bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia?

Pertama, kita harus mengadakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Apa itu pembangunan ekonomi berkelanjutan? Pembangunan ekonomi adalah sebuah konsep yang membahas tentang peningkatan standar hidup rakyat, khususnya masyarakat menengah ke bawah, yang dapat diukur dari peningkatan pangan, pendapatan disposabel riil, pelayanan kesehatan dan pendidikan, ketersediaan air bersih dan fasilitas MCK, serta cadangan dana dan makanan darurat (Barbier, 2015:103). Konsep ini terhubung secara tidak langsung dengan pertumbuhan ekonomi secara agreggat, dan bertujuan untuk menekan angka kemiskinan absolut. 

Konsep di atas sudah menunjukkan beberapa kriteria yang jelas untuk mengukur tingkat pembangunan ekonomi serta keberlanjutannya di suatu negara.  Namun, konsep di atas belum menjawab pertanyaan, “Bagaimana angka kemiskinan absolut bisa ditekan?”

Sejarah dunia menunjukkan ada dua cara yang dilakukan oleh berbagai negara untuk mengentaskan kemiskinan absolut. Pertama, menopang orang-orang miskin secara ekonomi dengan meningkatkan keterlibatan negara di dalam perekonomian. Cara ini menuntut negara untuk menjadi pengatur kehidupan ekonomi melalui berbagai aksi kebijakan. Mulai dari perencanaan terpusat (central planning), pembentukan sebuah negara kesejahteraan (welfare state), kebijakan pengendalian harga dan upah (prices and incomes policy), peningkatan regulasi ekonomi, pajak, dan belanja negara, nasionalisasi industri-industri besar, serta memberlakukan kebijakan proteksionis dalam bidang perdagangan. Melalui kebijakan-kebijakan ini, diharapkan sumber-sumber daya di dalam perekonomian dapat diredistribusi untuk mendorong kemampuan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Sehingga, daya beli masyarakat menengah ke bawah meningkat, dan mereka bisa keluar dari tingkat kemiskinan absolut.

Banyak negara-negara yang baru merdeka, seperti India (1947), Republik Rakyat Tiongkok (1949), dan Uni Soviet (1926) menciptakan sebuah sistem ekonomi terpusat untuk mengentaskan kemiskinan absolut. Negara merencanakan segenap alokasi sumber daya ekonomi, agar “tersebar secara merata.” Negara juga menentukan industri mana yang harus disokong, dan industri mana yang harus dimatikan, agar “menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.” Negara juga menentukan pekerjaan setiap orang, agar “sesuai dengan kemampuannya.” Negara bahkan menentukan upah yang kita terima dan harga yang harus kita bayar atas berbagai kebutuhan kita, agar “tidak menyengsarakan rakyat kebanyakan.” Dari luar, hal-hal ini terlihat seperti utopia yang sudah lama didambakan manusia. Namun, apakah cara-cara di atas membawa penurunan kemiskinan absolut?

Ternyata tidak. Justru, angka kemiskinan absolut mengalami stagnansi, bahkan meningkat. Sementara, pembangunan ekonomi mengalami stagnansi. Kualitas lingkungan di negara-negara tersebut mengalami penurunan, mencerminkan tidak adanya keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi. Sehingga, orang miskin tidak menjadi sejahtera, justru orang miskin menjadi semakin miskin.

Lalu, bagaimana cara membuat orang miskin menjadi sejahtera? Hanya ada satu cara, yaitu mendorong mobilitas sosial di antara orang-orang miskin. Mobilitas sosial ini hanya muncul, ketika negara menerapkan cara kedua dalam mengentaskan kemiskinan absolut, yaitu menciptakan perekonomian yang bebas. Bagaimana sistem perekonomian yang bebas bekerja?

Perekonomian yang bebas bekerja di bawah kerangka hukum pasti, peran mekanisme pasar yang dominan dalam perekonomian, serta adanya sistem perlindungan properti pribadi yang tegas (Hayek dalam Qui, 2016:1). Sementara, Friedman (dalam Bjornskov, Foss, dan Klein, 2010:5) menyatakan bahwa perekonomian yang bebas bekerja di bawah pemerintahan yang terbatas (limited government) dan peredaran uang yang wajar (sound money). Kelima unsur di atas tidak jatuh dari langit, dia harus dibangun oleh segenap elemen perekonomian, termasuk pemerintah. Lalu, bagaimana peran pemerintah dalam menciptakan kerangka di atas?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline