Lihat ke Halaman Asli

Ratna Ning

Ratna Ning, Ibu Rumah Tangga yang masih menulis

Cerpen | Pak Tua yang Menyusuri Selokan

Diperbarui: 21 Januari 2020   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kakek tua di hamparan lahan. (Sumber: pixabay.com/mabelamber)

Sejak pengsiun beberapa bulan lalu, Pak Tua itu sering jalan-jalan setiap pagi dan sore hari, menyusuri selokan besar yang ada di kanan jalan. Karena rutinitasnya itu, semua orang sudah hafal lagi kapan jadwal ia berjalan dan aktipitas apa saja yang akan dilakukannya. 

Biasanya, ia akan berjalan menyusuri selokan hingga ke ujung kampung yang terhampar sawah-sawah. Berhenti di sana. Mengitari sawah-sawah. Hanya melihat-lihat saja seperti mandor. Pada setiap orang yang bertanya dan dijumpainya, Ia pun akan berkata sedang menengok sawah.

Setelah itu, ia kembali pulang dengan menyusuri tepian selokan. Berhenti di tanggul, menyibakkan air yang menggenang di bawah tanggul dengaan tongkatnya. Jika ada ikan kecil berkecipak, ia seperti kegirangan.

Tanggul itu berada tepat di pertigaan, ujung kampung. Di depan tanggul ada rumah seorang janda setengah baya yang setiap pagi dan sore menyapu halaman dan menyiram bunga. 

Pak Tua itu selalu mengajak ngobrol perempuan itu. Kemudian berkembang desas-desus, Pak Tua sedang mengalami puber kedua. Ia jalan jalan setiap pagi dan sore, karena kesengsem janda.

"Jangan jalan-jalan lagi, Pak. Ibu mendengar omongan tak enaak dari para tetangga. Katanya, Bapak kecantol janda. Tiap hari menyambangi rumah janda, pura-pura jalan-jalan. Iya to Pak?" Istrinya menegurnya suatu pagi. Pak Tua yang sudah siap-siap berjalan, merandek. Menggeleng.

"Gunjingan edduan. Tak kan aku berbuat hal memalukan itu di usia tuaku ini Bu." jawab pak Tua melegakan hati istrinya.

"Aku kan menengok sawah Bu. Menengok kolam-kolam ikan kita juga. Kebun. Meski tenagaku sudah tak kuat, tapi apa salahnya aku hanya ingin pergi menengok?" Pak Tua menceritakan perihal kekayaannya dengan mata yang berbinar.

Jika sudah begitu, istrinya tak bicara lagi. Ia membawa tunduknya. Mengangguk. "Iya Pak..."

Suatu hari, |Pak Tua didapati orang yang lewat, terjungkal sewaktu mengais tongkatnya di selokan. Sejak itu, Pak Tua tak terlihat lagi setiap pagi dan sore jalan-jalan menyusuri tepiaan selokan. Menengok sawah-sawah orang.

Pak Tua sakit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline