Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Seberapa Bebas Kita Boleh Menulis?

Diperbarui: 21 November 2022   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via Dribbble

Banyak penulis, apalagi fiksi (cerpen, novel online) berpendapat seperti ini:

"Menulis itu bebas-bebas ajalah, kata apa aja boleh. Hidup udah susah, jangan dibuat lebih susah lagi!"

"Nulis apa ajalah, yang penting pembaca suka, gue dapat cuan!"

"Yang mau baca silakan, yang gak mau ya udah, emangnya gue pikirin?"

Dan masih banyak lagi. Dari mana saya kutip semua ini? Tentunya dari status di media sosial. Walau hanya curcol, iseng aja, sudah terbaca betul mentalitas (dan kualitas) dari oknum penulis-penulis sedemikian. 

Sebenarnya menulis itu sebebas apa atau seberapa 'sih yang boleh, walau hanya fiksi sekalipun?

1. Menulis selamanya adalah komunikasi dua arah. Itu sudah pasti, walaupun sepi yang baca atau kurang diminati. Suatu saat pasti akan ada yang menemukan dan membaca. Maka saya sering tekankan, hati-hatilah dalam menulis.

2. Kita memang memiliki hak asasi untuk berkomunikasi dan berekspresi. Akan tetapi itu bukanlah alasan untuk menuliskan apa saja sesuka hati tanpa rem dan kendali.

Dalam aspek kehidupan apapun, selalu ada batasan-batasan tak terlihat yang namanya norma, logika, konteks, konsep dasar, kaidah dan aturan.

Semua itu tak wajib diikuti 100 persen, misalnya bahasa tak usah selalu baku (kecuali tulisan ilmiah/edukatif). Baku melulu, rasanya terlalu kaku. Namun jangan juga semuanya tidak baku, kecuali dalam fiksi berbau komedi atau tulisan santai khas berbahasa daerah atau tradisional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline