Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Cek Sederet Motivasi Menulis, dari Tertinggi hingga Juru Kunci!

Diperbarui: 13 November 2022   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi oleh Ahra Kwon

Menulis hendaklah tidak dilakukan dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan tertekan, sebab hasilnya takkan pernah bisa memuaskan. Berikut beberapa motivasi menulis mulai dari yang menurut opini saya terbaik hingga yang paling juru kunci alias ya begitulah.

1. Menulis untuk jujur mengekpresikan suara hati. Sama seperti bicara, mari kita berani ekspresikan dan komunikasikan apa yang ada dalam benak kita.

2. Menulis untuk mengutarakan opini. Semua orang memiliki pendapat. Jadi tak ada salahnya berbicara walau tanpa suara. Menulislah agar semua tahu opini dan komentar Anda.

3. Menulis untuk menerakan curahan hati. Tidak semua orang merasa nyaman berbicara langsung dengan orang lain, apalagi para introver seperti saya. Menulis bisa melegakan karena tanpa terpaksa kita sudah bercerita tanpa perlu bisik-bisik atau berisik. Hanya saja perlu diingat, tak semua masalah pribadi bisa atau perlu dituliskan.

4. Menulis untuk healing. Tidak ada salahnya, asal tidak sembarang kata diterakan. Jangan mentang-mentang untuk healing lantas bebas kata apa saja digunakan. Selayaknya tetap pilah dan pilih kata-kata kita.

5. Menulis untuk mewujudkan imajinasi. Tak apa-apa, asal bukan melulu halusinasi. Apa itu halusinasi? Menulis yang terlalu ngimpi. Seringkali dijadikan alasan bahwa itu kisah fantasi, suka-suka penulis saja, tak perlu logika. Bagaimanapun, sebebas-bebasnya seorang penulis, ada batasan tak terlihat dalam menulis. Logika, pengetahuan, norma.

6. Menulis demi uang. Bukannya tidak boleh, katakanlah demi mata pencaharian atau sesuap nasi. Akan tetapi masih banyak yang menulis kebablasan demi viral atau clickbait, lalu berani menuliskan kata-kata panas atau kasar yang sesungguhnya tak layak diterakan. 

Misal, tentu saja novel erotika masih oke karena merupakan bagian dari sastra. Akan tetapi, seringkali erotika terpeleset/tersamar jadi pornlit, di mana genre ini tentu saja tidak bisa serta-merta diterima begitu saja oleh budaya Indonesia.

Demikian beberapa motivasi penulis dalam menulis, adakah yang Anda bisa atau ingin tambahkan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline