Lihat ke Halaman Asli

Rakha Nurfauzi Abdillah

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Untirta

Prajurit Terbaikku

Diperbarui: 11 Februari 2024   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sepertinya tempat ini sudah tidak aman lagi. Kami harus kembali bergerak untuk menemukan tempat persembunyian yang lebih aman. Kurasa pasukan Belanda sudah mencium keberadaan kami.

Tadi malam, salah satu anggotaku yang berjaga melihat sekelompok orang tak dikenal. Mereka mengenakan pakaian perang yang proper. Senjata canggih juga terlihat ditenteng oleh mereka.

Sudah tiga bulan aku dan anggota kelompokku keluar-masuk hutan demi menghindari kejaran Belanda. Selama tiga bulan ini, kami sudah berpindah tempat persembunyian sebanyak enam kali. Kami sudah bersembunyi di hutan, rawa, desa mati, hingga gubuk penyimpanan beras. Tetapi Belanda sialan itu terus saja mencium bau kami. Mereka selalu menemukan kami, walaupun kami sudah bergerak puluhan kilometer dari persembunyian sebelumnya.

Saat ini aku sedang mengatur perjalanan bersama para perwira di kelompok kami. Kami harus membuat keputusan yang cermat---kemana kami akan melarikan diri (lagi).

"Kita sebaiknya terus ke selatan, Bung." Salah satu perwira terbaikku memberi saran.

"Aku setuju." Kata perwira lainnya. "Desa Gunung Panjang, aku rasa akan menjadi tempat yang aman. Aku memiliki kedekatan dengan ketua kelompok perjuangan di sana. Kurasa mereka akan membantu." Lanjutnya.

Aku menerima saran dari mereka. Anggotaku segera berkemas demi bersiap untuk kembali bergerak. Beberapa diantara mereka memastikan stok amunisi kami cukup, setidaknya untuk menghadapi satu regu tentara Belanda jika kami bertemu di perjalanan.

"Di mana Oded?" Tanyaku.

Kelompok sudah siap bergerak, tapi satu anggotaku entah di mana keberadaanya. Terakhir kuperintahkan dia untuk mencari kayu bakar. Kuperintahkan dia tadi pagi. Kini, matahari sudah sejajar dengan kepala---bahkan bau keringatnya saja tidak tercium.

"Kita tinggalkan saja dia. Mungkin dia tertangkap oleh pasukan Belanda." Salah satu anggota berbicara dengan amat santai. Dia seolah tidak peduli dengan rekan kelompoknya,

Aku jelas menolak. Oded adalah prajurit terbaikku. Lagi pula aku bukan tipe pemimpin yang seperti itu. Aku adalah pemimpin yang peduli akan nasib anggotaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline