Lihat ke Halaman Asli

RAHMAT GUNAWIJAYA

PENULIS Sejarah

Mengeluh Saat Berlebihan Rezeki

Diperbarui: 11 Juni 2019   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : healthdetik.com

Di zaman yang serba terbuka saat ini keluhan seseorang tidak lagi melihat status ekonomi tetapi juga kesamaan minat dan tujuan karena yang mengeluh bukan hanya milik orang susah yang tidak punya pekerjaan tetapi  juga milik orang mampu yang berlimpah uang. 

Saat masih menganggur, ada orang mengeluh susahnya dapat pekerjaan tetapi setelah bekerja justru mengeluh kurangnya penghasilan yang didapat dan bertahun tahun kemudian  saat tiba waktunya peningkatan  karier  dan penghasilannya meningkat justru mengeluh kurangnya waktu dan uang yang habis hanya untuk jalan-jalan dan kurang menabung.

Ada juga orang yang tinggal di rumah sempit di dalam gang yang sempit susah masuk mobil, begitu di kasih kesempatan tinggal di rumah yang agak besar dan punya parkir agak luas untuk menyimpan mobil kemudian mengeluh mahalnya biasa perawatan rumah yang besar dan capek membersihkannya.

Manusia memang tempat yang penuh keluh dan kesah, Sehingga keimanan seseorang bisa dilihat dari raya syukur akan yang telah ia miliki dan ia capai. Kadang kebahagian datang dari raya syukur akan apa yang telah kita peroleh. Karena kebutuhan manusia itu sesungguhnya tidak terbatas.

Seseorang Teman saya yang  bernama Elmansyah Haramain yang berprofesi sebagai Dosen Filsafat di Perguruan Tinggi Islam Negeri menulis status di media socialnya pada 11 Juni 2019 dengan kalimat panjang yang saya kutip sebagai berikut :

Melihat postingan kerabat, saudara dan teman-teman di sosial media. Satu hal yang patut disyukuri adalah bahwa penduduk negeri ini sedang mengalami peningkatan yang luar biasa.

Jika dulu mereka mengeluhkan tentang harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi di hari raya, tapi kini mereka mengeluhkan tingginya harga tiket pesawat.
Jika dulu mereka mengeluhkan macetnya perjalanan pulang kampung, kini mengeluh tentang macetnya pintu tol dan mahalnya ongkos yang harus dibayar, terutama pengguna kendaraan pribadi yang hanya berpenumpang 2-3 orang.

Jika dulu mereka mengeluh tentang jalanan kampung buruk, kini mereka mengeluh tentang akses pariwisata yang masih belum memadai.            

Jika dulu mereka mengeluhkan tentang harga BBM yang selangit, kini mengeluh tentang akses ke SPBU yang dirasakan masih kurang banyak jumlahnya.    

Jika dulu mereka mengeluhkan tentang buruknya acara di televisi, kini mengeluh tentang menjamurnya aplikasi game online yang mempengaruhi kebiasaan anak-anak, hingga orang dewasa.          

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline