Lihat ke Halaman Asli

Rahman Wahid

TERVERIFIKASI

Mahasiswa

Izinkan Aku Berdosa Sekali Lagi

Diperbarui: 4 Mei 2021   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Pixabay/JuiMagicman

"Jang"

"Jang!"

"Kalau boleh aku bercerita, sebenarnya ada sebuah hal yang sangat ingin aku lakukan saat ini, kamu mungkin tidak akan percaya, tetapi agaknya sudah cukup lama aku menahan semua keresahan sehingga membuat sel-sel otakku kaku karena endapan dari harapan yang tak kunjung terlaksana ini" Tuturnya.

Ia kembali melanjutkan dengan panjang lebar.

"Jang, entah mengapa, ketika aku melihat luasnya bahtera alam semesta ini, aku merasa tak memiliki kuasa dan daya upaya untuk sekedar memberikan sumbangsih barang sebiji zarah pun bagi peradaban yang terus berjalan. Aku hanya seorang manusia pandir yang banyak tidak bisa melakukan pekerjaan ini dan itu, bahkan yang kutahu hingga kini, aku menginsyafi bahwa kerjaku seolah tak ada lain selain merenung dan mengeluh.

Jang. Sudah cukup banyak aku menyimak rupa-rupa fenomena yang terjadi di sekitarku. Aku banyak melihat peristiwa kontradiktif antara satu dengan yang lainnya di alam fana ini. Persoalan baik dan buruk terjadi bahkan di tempat dan waktu yang sama. Tidakkah ini menjadi sebuah gambaran bahwa kemanapun kita pergi keburukan akan selalu menghantui dan menyeret kita untuk tak lagi dan menjauh dari hakikat-Nya.

Jang. Mungkin engkau jenuh mendengar semua ocehanku ini, tapi kepada manusia mana lagi aku harus mencurahkan segenap perasaan yang sudah membuncah tak kuasa tertahan ini. Sekarang, aku adalah busur panah pada pegas yang berada pada titik tekanan tertingginya, bayangkan ragaku adalah sebagai panah dan akalku adalah busur yang tak tau oleh siapa, mungkin oleh lingkungan, mungkin oleh perasaan, atau mungkin tidak oleh siapa-siapa dipaksa dan ditarik sampai mencapai batas tali pegas mampu menopangnya.

Jang. Betul, aku sudah tak kuasa lagi untuk meluncur deras keluar dari setiap tekanan yang menghimpit, menginjak, dan mengungkung akal pikirku. Aku sangat memahami diriku sebagai mana aku memahami bahwa aku terlahir atas kehendak-Nya. Aku pun menyadari betul, bahwa aku telah gagal menjadi aku yang seharusnya menjadi aku yang paripurna sesuai Firman-Nya.

Jang. Aku mengetahui betul bahwa apa yang aku sampaikan padamu tak berarti sama sekali untukmu bahkan untuk diriku sendiri. Aku sadar aku hanya mampu mengeluh dan mengeluh, aku sadar kebodohanku yang mengantarkanku pada taraf yang memilukan ini. Sadar dalam ketidaksadaran itulah kesalahanku. Tahu mana yang baik tapi tak jua melakukannya, tahu mana yang buruk tapi malah mengikutinya.

Jang. Aku tak tahu apakah keluhanku ini berdosa atau tidak. Sudah kau ketahui, aku terlalu bodoh untuk menilai hal ini. Andaikan kala itu aku tidak tergesa-gesa mengikuti hawa nafsuku, keberadaanku mungkin akan jauh lebih baik. Jang, mungkin perlu kau tahu, ada sebuah hal yang selama ini aku idam-idamkan, tidak, ini bukan soal harta, bukan soal wanita, bukan pula soal tahta. Aku hanya ingin kembali di waktu aku belum berada pada situasi sekarang, aku mengulang semuanya kembali dari awal, sebuah fase suci yang bahkan membuat api neraka enggan menyentuhnya.

Jang. Apakah berdosa jika aku begitu menginginkan harapanku ini dikabulkan oleh-Nya? Apakah berdosa jika aku tak menerima apa yang telah menjadi ketetapan-Nya untukku? Andai kata ada mesin waktu yang membuatku bisa kembali ke masa lalu namun itu berdosa karena menentang kehendak-Nya, maka izinkanlah aku bedosa kali ini saja! Kali ini saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline