Lihat ke Halaman Asli

Rahman Wahid

TERVERIFIKASI

Mahasiswa

Tamparan Santun dari Dodolibret

Diperbarui: 10 Mei 2019   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Pixabay/Geralt

Berawal dari sebuah tugas salah satu mata kuliah, saya kemudian dipertemukan dengan pengalaman ringan lagi berkesan. Hal ini bermula tatkala dosen memberi tugas untuk menganalisis suatu cerpen. Dari satu kelas kebetulan kelompok saya mendapatkan sebuah judul cerpen yang penulisnya sudah tidak asing ditelinga. Ya, dia adalah Seno Gumira Ajidarma.

Mendapatkan kesempatan untuk menganalisis cerpennya tentu merupakan tantangan yang mengasyikan. Namun dari semua itu, yang membuat tertarik pertama kali dalam mengkaji cerpen Seno Gumira yang satu ini tak lain adalah karena judulnya yang unik yaitu "Dodolit Dodolit Dodolibret" Judul yang sama sekali abstrak dan membuat isi cerpen seolah tidak jelas akan menceritakan tentang apa.

Rasa penasaran itu segera membuat saya berselancar di internet, membuka google dan melakukan pencarian dengan keyword "Dodolit Dodolit Dodolibret". Tidak sulit mencari referensi cerpen ini, banyak sekali website yang menyediakan berbagai macam referensi mulai dari naskah cerpennya, reviewnya, dan analisis multiperspektif lainnya.

Satu hal lain yang membuat menohok adalah ternyata cerpen ini juga menjadi cerpen terbaik pilihan kompas tahun 2010. Seno Gumira telah menyisihkan beberapa cerpenis lain yang tak kalah hebat semacam Agus Noor dan Budi Darma. Alasan itulah yang lagi-lagi membuat rasa penasaran mengenai isi cerpen ini terasa semakin menguat.

Dodolibret diisi oleh satu orang tokoh sentral yang bernama Kiplik. Ia awalnya merupakan orang yang tidak percaya terhadap hal mistik, apalagi ketika ia mendengar cerita jika seseorang mampu berdoa dengan cara yang benar maka orang tersebut akan bisa berdiri di atas air. Jelas dengan pikiran logis dan rasionalnya Kiplik menolak hal yang menurutnya mustahil itu, dan lebih menerima kalau berdoa dengan cara yang benar akan membawa kita pada kebahagiaan. Dari situlah ia berkomitmen untuk mengajarkan kepada setiap orang yang ditemuinya mengenai cara berdoa yang benar.

Hal klimaks dalam cerpen ini terdapat pada alur ketika Kiplik kemudian berada di sebuah pulau terpencil di tengah danau yang menurut Kiplik orang-orang disana pasti belum bisa berdoa dengan cara yang benar, dan ia rela datang kesana hanya untuk mengajarkan mereka bagaimana cara berdoa yang benar. Betul saja, di pulau itu ternyata ia bertemu dengan sembilan orang dan kemudian langsung saja mengajarkannya cara berdoa yang benar. Kesembilan orang itu awalnya mudah lupa dengan doa yang diajarkan Kiplik, namun dengan bimbingan berulang yang dilakukan Kiplik mereka kemudian merasa sudah hafal, dan setelah mengetahui itu Kiplik pun pergi dari pulau itu karena merasa mereka sudah bisa dan terbiasa berdoa dengan cara yang benar.

Setelah Kiplik berada di tengah perjalanan pulang dari pulau menggunakan sebuah perahu, tiba-tiba ia mendengar suara "Tunggu guru!" Kiplik kemudian menoleh ke belakang dan sontak kaget bukan main, ternyata kesembilan orang itu berlari diatas air mengejar perahu yang ia tumpangi. Tak lama mereka kemudian berteriak "Tunggu guru Kiplik, kami lupa cara berdoa yang benar!".

 Jujur kisah dalam cerpen ini bagi saya meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Cerpen ini memiliki akhir cerita yang bombastis sekaligus ironis. Sosok Kiplik yang merasa diri telah menguasai cara berdoa yang benar, bisa dengan mudahnya bahwa cara berdoa orang lain salah semua. Ia menganggap yang cara berdoanya tidak sama dengannya adalah salah. Hal ini jelas menunjukan satu sisi sifat gelap manusia yaitu merasa diri paling benar dan orang lain salah.

Selain itu dalam cerpen ini juga kita bisa mempelajari arti dari sebuah sikap saling menghargai dan toleransi. Betapapun orang memiliki paradigma yang berbeda dengan kita, tentu tidak bisa semena-mena kita menjustifikasinya sebagai orang yang berperilaku salah baik itu soal keyakinan ataupun pengetahuan. apalagi dalam konteks pengetahuan yang ciptaan manusia, sebagai makhluk yang tidak lepas dari kesalahan saya rasa terlalu egois jika kita merasa paling benar dengan ilmu yang kita punya. Karena pada dasarnya ilmu manusia sifat kebenarnnya tidaklah absolut, dan akan terus bergulir secara dinamis.

Maka dalam cerpen ini kita sebagai manusia diingatkan untuk tidak mengkultuskan diri sebagai tuhan yang maha benar. Manusia adalah tempatnya salah dan oleh karena itu betapa durhakanya jika kita merasa menjadi orang yang paling benar dan memandang orang lain yang tidak sepemahaman lebih buruk. Jangan sampai kita menjadi seperti Kiplik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline