Lihat ke Halaman Asli

Raga yang Terpasung

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Termangu aku duduk di sudut ruang

Gelap dan pengap..

Ragaku teronggok terabaikan

Tak selarik sinarpun menerobos ke dalam.

Ingin rasanya berlari

Menari-nari di ujung senja

Menebar senyum ke penghujung dunia

Bermain di bawah rinai hujan

Memetik warna-warni bunga yang menggoda mata



Aku rindu belai itu..

Lembut jemarinya menyisir anak rambutku

Kokoh pundaknya menjadi sandaranku

Bidang dadanya menjadi tumpahan tangisku

Aku senang mendengarkan detak jantungnya

Saat ku rebahkan kepala di dadanya.

Namun....

Akulah jiwa yang tersakiti itu

Remuk redam hati ini

Tercabik berkeping-keping

Berdarah dan perih di setiap sisinya



Aku diam saat dia berlalu..

Sejuta harapan terbawa pergi

Tak kan ada lagi belai mesra itu..

Tak ada lagi dada bidang tempatku bersandar

Semua sudah berpindah hati..

Dan aku di sini, hanya bisa meringkuk sepi..

Ditemani derit ranjang besi..

Terbelenggu dalam gelap yang pekat

Raga dan jiwaku sudah mati

Terpasung kayu jati

Dan merekapun memanggilku “Gelo”

***Gelo (bahasa Sunda) = Gila




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline