Lihat ke Halaman Asli

Ragile (Agil)

seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

Rahasia Sukses Band The Beatles, Slank, dan Theodor Adorno

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penggemar musik berirama pop-rock baik grup band The Beatles, The Rolling Stones maupun Slank nyaris tidak pernah mendengar nama Theodor Adorno (1932-1969). Lho apa perlunya? Perlu dong bila Anda serius mempelajari asal usul musik. Perlu dong agar tau nama beken musikologis Jerman yang menelorkan konsep musik pop yang mengubah dunia. The Beatles mungkin akan tetap ngamen di sekitar diskotik jorok dan murahan bila tidak "diangkat" oleh Theodor Adorno. Apalagi Slank, tidak akan lahir bila tidak didahului oleh The Rolling Stones.


Mari buka sejarah dari laporan investigasi oleh bekas agen rahasia Inggris (M15, M16) yaitu John Coleman. Dia terkenal dengan bukunya yang berjudul "Conspirator Hierarchy: The Story of Committee of 300", terbitan 2002.


Di Inggris ada Universitas Sussex yang di dalamnya bersemayam Tavistock Istitute. Tavistock punya banyak proyek rahasia buat human relations termasuk rekayasa sosial. Militer Inggris dan Amerika adalah pemberi order kepada Tavistock. Siapakah yang mengendalikan Tavistock? Kelompok elite "Committee of 300" yang digdaya pada lapisan teratas dunia keuangan-politik-militer.


Awal 1960an dicanangkan perubahan sosial melalui musik. Theodor Adorno ( seorang filsuf, sosiologis, musikologis) ditugaskan buat lakukan uji coba rekayasa sosial. Dalam hal ini muda-mudi Amerika dijadikan target, sedangkan musik pop-rock dijadikan penghantar. Adorno sudah menemukan konsep musik pop yang mampu membius publik. Dia sodorkan lirik dan musik buat The Beatles yang terpilih buat memanggungkan proyek rahasia Tavistock.


Di Amerika Adorno bekerjasama dengan Ed Sullivan Show. Mereka tau betul cara bikin The Beatles merajai musik dunia dalam sekejap. Mereka tau musik jenis baru ini akan lengket di kuping fans melalui tayangan "top hits" via radio dan televisi 24 jam tiada henti. Di luar itu adalah urusan staff Tavistock guna menjamin publikasi tiada henti oleh media besar buat ngebahas The Beatles.


"Hukum showbiz bersabda bahwa popularitas hanya terwujud bila direstui oleh media massa besar".


Pada saat hampir sama diangkat pula grup band The Rolling Stones dengan modus yang sama. Beatles (John Lennon) mewakili good boy, Stones (Mick Jagger) mewakili bad boy. Dua wajah dalam satu keping ini terapan "hegelian dialectic" agar terkesan ada pilihan pro-kontra, namun dikendalikan oleh majikan yang sama. Kemudian lahirlah saingan-saingan grup musik baru namun dengan spirit yang sama.


Generasi baru yang hendak diciptakan oleh Committee of 300 melalui proyek Tavistock adalah wajah baru manusia guna menyambut agama baru dunia yaitu New Age. Sebuah agama yang lahir dari penggalian kepercayaan purba yang beda dengan agama berketuhanan tunggal macam kristen, islam, yahudi.


Melalui musik lahirlah syair-syair promo agama baru New Age. Semangat dalam syairnyapun demikian. Kebetulan New Age identik dengan trance, melayang, stoned, maka disandingkanlah dengan budaya ganja, morphine, narkotik, dsb. Dilaporkan bahwa pabrik obat Sandoz kebagian order obat-obatan. Disebutkan bahwa Direktur CIA Alan Dulles kedapatan borong drugs bernilai ratusan jua dollar buat "dibudayakan" kepada muda-mudi Amerika. Dari Amrik budaya "melayang" dieksport ke seluruh dunia.


Lagu legendaris berjudul "Imagine" karya John Lennon konon amat mewakili pencapaian monumental. Perhatikan kutipan syairnya... "Imagine no country... Imagine no religion... Imagine no heaven..." Sungguh khas kemasan New Age (front New World Order) yang tidak kenal konsep surga-neraka maupun pahala-dosa. Sedangkan Stones melahirkan "Sympathy to the devil".


Serupa dengan itu, di Indonesia 1983 lahir band Slank (sebagai salah satu contoh) yang identik dengan obat terlarang, ugal-ugalan, dan pembrontakan. Tapi belakangan Slank berubah jadi religius. Inilah kepanjangan sukses proyek rekayasa sosial dari tanah Amerika hingga negeri Indonesia oleh Tavistock Institute. Melalui gebrakan musik!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline