Lihat ke Halaman Asli

DPD, Engkau Dipilih Bukan untuk Membuat Malu

Diperbarui: 12 April 2016   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ricuh DPD | sumber gambar : beritasatu.com"][/caption]Lagi..dan lagi. Ada saja polah para senator kita yang tanpa malu dipertontonkan di depan khalayak ramai. Kali ini adalah para senator yang duduk dalam kursi yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Awal bulan ini, sidang paripurna setelah masa reses yang harusnya dipergunakan untuk menyampaikan hasil dan laporan dari setiap anggota senator DPD dari daerah-daerah perwakilannya justru “berubah haluan”..ricuh..Buruknya lagi , kericuhan dipicu karena persoalan tatib yang salah satunya berisikan pemangkasan jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.  Ya.. sama seperti penutupan masa sidang sebelum masa reses bulan Januari lalu, pimpinan DPD di bawah ketua DPD Irman Gusman  belum memberikan persetujuan atas isi tatib yang disodorkan itu.

Sebagai masyarakat, tentu saya rasa siapapun itu, rasa-rasanya bersepakat bahwa selama ini, yakni sejak bergulirnya reformasi 1998 dan untuk kali pertama pada tahun 1999 lembaga Dewan Perwakilan Daerah masuk dalam kelembagaan sistem ketatanegaraan kita belum begitu menunjukkan prestasinya. Sebagai masyarakat, saya yakin boleh jadi di antara kita juga tak mengenal siapa nama anggota DPD terpilih yang mewakili daerah kita. Tentulah hal ini menjadi miris. Tak urung, beberapa saat yang lalu, salah satu partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa dalam mukernas mengusulkan pembubaran DPD. Yaa..bukan tanpa alasan. Minimnya prestasi itulah yang menyebabkan munculnya suara pembubaran DPD.

Sebagai seorang pengamat, saya menilai memang kurang bijak rasanya langsung mengambil langkah menyuarakan pembubaran.  Saya lebih bersepakat manakala peran dan wewenang DPD justru diperkuat agar lebih terasa keberadaannya di tengah masyarakat. Yaa..memang tak dapat dipungkiri, wewenang DPD sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 hasil amandemen pasca bergulirnya reformasi serta UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 248 dan 249 sangatlah terbatas. Dalam hal fungsi, kewenangan, dan tugas memang harus diakui tidak sekuat fungsi, kewenangan, dan tugas yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal inilah yang harusnya di”ribut”kan, bukan malah meributkan perihal pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD. Akui atau tidak diakui justru yang diterima masyarakat dalam menonton keributan dalam persidangan DPD, yakni tidak lain adalah soal perebutan kekuasaan pucuk pimpinan DPD. Hal ini sungguh disayangkan. Masyarakat tentunya ingin melihat prestasi yang telah dicapai DPD, bukan tentang adu kuat antar senator untuk berebut pucuk pimpinan DPD. Yaa..kenyataannya memang seperti itulah yang ditangkap masyarakat. Belum genap dua tahun sejak dilantik, kisruh perihal masa jabatan pimpinan sudah dipertontonkan. Kalau seperti ini terus, bagaimana kita sebagai masyarakat bias berharap kepada mereka?? Heemmm memalukan.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline