Lihat ke Halaman Asli

Pujakusuma

Mari Berbagi

Takut Larang Mudik Khawatir Elektabilitas Menukik

Diperbarui: 8 Mei 2021   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ganjar panjat truk untuk cek adakah pemudik yang diangkut. Dok kompas.com

Salah satu penyumbang suara terbesar bagi calon pemimpin adalah kalangan diaspora. Mereka-mereka yang bekerja entah di luar kota atau luar negeri, menjadi pangsa pasar yang menjanjikan. Kebiasaan masyarakat kita yang hobi merantau, membuat jumlah kalangan ini patut diperhitungkan.

Di tempat-tempat tujuan, mereka membangun paguyuban-paguyuban. Rasa senasib sepenanggungan, membuat para diaspora biasanya kompak dan menjadi kekuatan ketika pemilihan calon pemimpin dihelat.

Banyak program ditujukan para kandidat pada komunitas itu. Biasanya, musim mudik seperti sekarang ini adalah waktu yang paling tepat untuk pemimpin meraih simpati publik. Apalagi, mereka yang sedang menjabat dan mengincar kedudukan yang lebih tinggi.

Program mudik bersama hingga kampanye dengan model lainnya dilakukan. Dengan harapan, suara diaspora bisa dalam genggaman kerana merasa diperhatikan.

Namun pandemi merubah kebiasaan tersebut. Virus mematikan bernama Covid-19 membuat mudik jadi tak asyik. Dengan dalih pengendalian pandemi, Pemerintah Pusat memutuskan melarang semua kegiatan mudik atau pulang kampung ini.

Sejumlah jalur masuk disekat. Jalan tikus hingga cacing dijaga ketat. Akibatnya, niat para diaspora kita menjadi pulang ke kampung halaman merayakan lebaran jadi tersendat.

Keputusan larangan mudik ini merupakan sesuatu yang berat. Bukan hanya pada mereka yang rindu kampung halaman, para tokoh politik juga dibuat kelimpungan. Apalagi mereka yang sedang menjabat, tentu kebijakan larangan mudik ini bisa mengancam pundi-pundi elektabilitas.

Disatu sisi, para kepala daerah itu harus tunduk pada kebijakan pusat. Dengan sekuat tenaga, kebijakan larangan mudik harus diperketat. Pintu-pintu masuk harus dijaga, agar program larangan mudik demi menjaga kesehatan masyarakat jadi tak sia-sia.

Namun di sisi lain, mereka paham bahwa kebijakan ini tak populis. Kalau melakukan, mereka akan dibenci rakyat. Tapi kalau tak melakukan, mereka dianggap tak mendukung program pemerintah pusat.

Ibarat simalakama, dua-duanya memiliki resiko. Akibatnya, banyak kepala daerah di Indonesia yang tengah membangun citra demi pertarungan Pilpres 2024, memilih bermain aman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline