Lihat ke Halaman Asli

Pollung Sinaga

Pembelajar | Konten Kreator

3 Strategi Mengelompokkan Siswa di Kelas Kurikulum Merdeka

Diperbarui: 15 Februari 2024   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Anda galau dalam mengelompokkan siswa di kelas dan sering bingung karena pemahaman pembelajaran terdiferensiasi masih minim? Jangan lewatkan tulisan ini. Lewat artikel ini kita akan belajar cara mengelompokkan siswa berdasarkan KESIAPAN BELAJAR sesuai tuntutan Kurikulum Merdeka. Kesiapan belajar mencakup beberapa indikator misalnya kondisi fisik, kondisi mental, kondisi emosional, kebutuhan, motif, tujuan, dan pengetahuan.  

Tentu untuk mengetahui kesiapan belajar  siswa, perlu dilakukan asesmen diagnostik kognitif dan non kognitif, boleh dengan menganalisis nilai rapor siswa, menganalisis catatan guru sebelumnya, mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada siswa atau melakukan wawancara khusus, membuat tes prasyarat atau tes awal, dan menggunakan angket agar nanti guru, misalnya, mudah menjembatani antara yang diketahui dan yang belum diketahui siswa.

Biasanya dalam kelas-kelas konvensional, guru membagi kelas atas kelompok besar, kelompok kecil, berpasangan, dan individu. Nah, seiring dengan implementasi kurikulum merdeka dan pembelajaran terdiferensiasi yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan individu belajar dan karakteristik siswa, saatnya sahabat pembelajar mulai melirik dan mempertimbangkan pembagian kelompok belajar siswa kekinian, guru membebaskan diri dari hanya mengikuti yang normatif tetapi berani berpikir dan bertindak lateral: melakukan terobosan pembelajaran untuk menghebatkan siswa. Berikut ini dipaparkan 3 STRATEGI mengelompokkan siswa berdasarkan kesiapan belajar:

1. Kelompok Dengan Tingkat Kesiapan Belajar Yang Bervariasi/ Berbeda

Misalnya, hasil diagnostik mapel Bahasa Indonesia, ada siswa yg membaca masih terbata-bata ditempatkanlah dalam satu kelompok dengan siswa yang sudah lancar membaca. Dalam mapel Matematika misalnya, siswa yang telah memahami konsep luas permukaan gabungan kubus dan balok dibuat satu kelompok dengan siswa yang sama sekali belum memahami konsep luas permukaan kubus dan balok maupun luas permukaan gabungannya. Tujuannya agar siswa bisa saling belajar dan saling membantu memahami materi yang diajarkan. Untuk memberhasilkan pembelajaran dalam kelompok bervariasi kelas Bahasa Indonesia, misalnya, guru perlu menurunkan level bacaan siswa sesuai tingkat kesiapan belajar siswa yang paling rendah, meminta siswa agar siswa saling membantu (tutor sebaya), dan atau tidak menjadikan kecepatan membaca sebagai indikator keberhasilan kelompok.

2. Kelompok Dengan Tingkat Kesiapan Belajar Yang Sama

Misalnya, siswa yg membaca masih dengan terbata-bata ditempatkan dalam satu kelompok, dan siswa yang sudah lancar membaca dibuat dalam kelompok lain. Dalam mapel Matematika misalnya, siswa yang telah memahami konsep luas permukaan gabungan kubus dan balok dibuat satu kelompok, sedangkan siswa yang sama sekali belum memahami konsep luas permukaan kubus dan balok maupun luas permukaan gabungannya ditempatkan pada kelompok berbeda. Kemudian guru memberikan materi sesuai tingkat kemampuan tiap kelompok. Tujuannya agar siswa dapat belajar sesuai tingkat atau level kemampuannya.

3. Kelompok Fleksibel

Siswa dikelompokkan secara acak dalam jangka waktu tertentu berdasarkan variabel pilihan guru,  misalnya kedekatan antar siswa, kemampuan bersosialisasi, kebutuhan/kemampuan khusus, minat, atau kemampuan berkolaborasi. Guru dalam membentuk kelompok fleksibel bisa saja seperti membentuk tim impian untuk menyelesaikan projek atau tugas pembelajaran. Bayangkan, dalam satu kelompok projek sains ada siswa sebagai 'ilmuwan pemula', 'pemikir kreatif', dan 'pemimpin muda'. Pendekatan ini mendorong kolaborasi yang beragam, siswa dapat menentukan peran masing-masing dalam kelompok, sehingga setiap siswa dapat menunjukkan kemampuan mereka yang unik dan berbeda-beda.

Sahabat Pembelajar, saya hadirkan satu studi kasus pembelajaran terdiferensiasi tentang kesiapan belajar:

Bu Mira mengajar Bahasa indonesia. Bu Mira membagi kelompok dengan tingkat kesiapan belajar yang bervariasi. Beberapa saat setelah membagi kelompok dan menugasi siswa membaca bacaan yang dibagikan, Bu Mira mendapati ada siswa yg sudah selesai membaca, ada yang masih membaca, dan  beberapa siswa mulai ribut dan mengganggu teman lainnya. Bu Mira mulai panik dengan kondisi kelompok yang dibentuknya. Menurut sahabat apa yang belum dilakukan Bu Mira dan apa pula yang harus dilakukannya? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline