Lihat ke Halaman Asli

Petrus Kanisius

TERVERIFIKASI

Belajar Menulis

Selamat Hari Hutan Sedunia 2016: Surga Terakhir, Bagaimana Nasibmu Kini?

Diperbarui: 21 Maret 2016   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hutan Bersama Enggang Gading Hidup tumbuh dan berdampingan di Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung.

Tanggal 21 Maret 2015 ditetapkan sebagai hari Hutan Sedunia. Mengapa kita harus memperingati hari hutan dan mengapa hutan itu penting serta bagamana nasib hutan kini?.

Hutan ibarat sebagai  tempat ataupun rumah yang aman, nyaman bagi semua unsur kehidupan tidak terkecuali manusia. Hutan yang menjadi rumah bagi semua makhluk segala bernyawa itupun tidak terelak usianya sudah semakin tua renta hingga semakin kian terkikis menjalang habis.

Keberadaan hutan yang semakin terkikis setidaknya memberikan arti mengapa kita harus memperingati hari hutan sedunia tersebut. Selain itu, mengapa hutan itu penting bagi keberlanjutan makhluk hidup termasuk manusia?. Setidaknya cukup banyak contoh yang terjadi berkaitan dengan nasib hutan kini keadaan dan keberadaannya semakin memprihatinkan.

Mengingat, selain sebagai sumber hidup dan rumah bagi semua makhluk, hutan juga memiliki peran penting dalam proses keseimbangan ekosistem. Adanya hutan  juga menjadikan ragam tumbuhan dan makhluk hidup  seperti  hewan  dapat hidup berkembangbiak dengan baik adanya. Hutan sebagai paru-paru dunia, pelindung sekaligus penjaga dan penyedia. Oksigen, dengan mudahnya kita peroleh ketika hutan masih tersedia. Bagaimana jika tidak ada lagi hutan yang tersisa?. Selain itu, hutan menjadi penyedia sumber air dan pelindung dari segala ancaman seperti banjir, tanah longsor dan perubahan iklim.  

Tidak hanya itu, hutan juga sebagai penyaring dari beberapa aktivitas kegiatan manusia dan mesin. Hutan dapat menyaring polusi dari asap kendaraan dan pabrik. Dengan adanya hutan dapat mengurangi laju perubahan iklim. Satwa, tumbuh-tumbuhan dan manusia tidak terdampak, namun jika hutan masih tersisa.

Ragam tumbuh-tumbuhan yang tersedia di hutan sebagai sumber obat-obatan herbal dan tradisional masyarakat bagi manusia bahkan bagi dunia kesehatan.

Akan tetapi, dari tahun ke tahun tidak bisa di sangkal. Hutan semakin kritis menjelang terkikis habis. Hutan tropis dunia termasuk yang ada di Indonesia dan masih tersisa selain hutan di Brazil dan Kongo yang kini menjadi surga terakhir.

Data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, Saat ini Indonesia termasuk negara dengan tingkat kerusakan hutan yang paling tinggi di dunia atau dapat dikatakan  mencapai sekitar 680.000 hektar per tahun, (dalam tulisan Kompas, 21/3/16).

Forest Watch Indonesia, mencatat;  kerusakan hutan di Indonesia dari tahun  ke tahun terus meningkat. Hingga saat ini, kerusakan hutan Indonesia sudah mencapai 2.000.000 hektar per tahun.

Dari data tersebut, sudah barang tentu hutan dan beragam flora dan fauna dalam ancaman nyata. Tidak terkecuali manusia. Semakin sedikitnya hutan yang tersisa memberikan ancaman baru yang nyata. Tengok saja banjir, longsor, tumbuhan dan satwa semakin sulit berkembangbiak dan bertahan. Hal yang sama juga telah kita rasakan secara langsung, semakin tidak menentunya iklim berdampak besar bagi sebagian besar aktivitas sehari-hari. Banjir, tanah longsor yang terjadi selain sebagai penghambat, juga sebagai pemicu perlambatan ekonomi masyarakat (negara). Berapa kerugian akibat banjir dan tanah longsor?. Yang pasti sangat besar. Arus transportasi terhenti, demikian juga aktivitas lainnya seperti pendidikan, kesehatan, perkantoran dan masih banyak lagi aktivitas-aktivitas masyarakat di luar ruangan seperti petani dan nelayan sudah pasti tidak bisa berjalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline