Lihat ke Halaman Asli

Viator Henry Pio

Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Insight bagi Guru dan Pendidikan di Tengah Kemelut Parasut Covid-19

Diperbarui: 21 Januari 2022   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar dari Pixabay.com

Pendidikan bisa diibaratkan sebagai "pisau keremat" yang dengannya manusia mampu merobek peluang dan tantangan masa depan. Hal ini menjadi mungkin jika proses pendidikan berada pada poros efektivitasnya dan selalu terarah pada pembangunan manusia. Namun tak bisa dipungkiri bahwa dunia pendidikan kita sedang dicengkram kemacetan aktualitasnya karena badai covid-19.

Fenomena ini secara transparan memberikan suatu kegelisahan akan masa depan pendidikan kita. Apakah pendidikan akan ditelantarkan atau terus maju walau tunggang-langgang dalam mengadaptasikan diri ditengah situasi tidak normal ini?

Secara umum gejolak covid-19 ini telah menggeser dan membatasi faktor dasariah manusia. Sebagai pelaku sosial dan individual, terasa secara signifikan akan adanya pencengkraman proses budaya interaksi sosial. 

Normalitas interaksional tergiring pada ketidakstabilan. Pun tirai selubung relasional yang manjadi basis menyulam keakraban terlihat pecah. Padahal kesejatian intrumen interaksi inilah yang menjadi faktor fundamental dalam memberi basis simbolis pemikiran dan tindakan.

Secara spesifik terbaca dalam aspek pendidikan, jika pandemi mengobrak-abrik ketahanan relasi dan transaksi diantara manusia maka proses pembelajaran pun mengalami kekeruhan. Alasannya karena ruang pembelajaran merupakan area budaya interaksi yang menuntut pertukaran pengetahuan dan pengalaman.

Oleh karena itu, dengan jujur bisa dikatakan bahwa gempuran badai covid-19 telah mendamparkan perahu pendidikan pada dermaga kewaspadaan yang hampir konstan bahkan dilematis. Hendak berlayar takut dihadang covid-19 tetapi tinggal nyaman dipelabuhan pun mempunyai konsekuensi yang mampu membutakan arah generasi baru.

Ailton Krenak mengartikan pandemi ini dengan kejatuhan parasut yang berwarna-warni (raining "colored parachutes"). Demikian katanya; "sekarang ini kita tidak melakukan apa-apa selain jatuh. jatuh, jatuh lagi, jatuh terus-menerus. 

Mengapa ini menjadi suatu masalah yang pelik? Kita harus mengambil keuntungan sekarang dari semua kapasitas kritis kita dan kreativitas untuk membangun parasut berwarna-warni. 

Mari kita pikirkan ruang bukan sebagai tempat pembatasan, tetapi seperti kosmos sebagai tempat di mana kita bisa jatuh dengan parasut berwarna-warni."

Bila dibaca secara optimis dalam spirit edukasi, pendidikan sebagai ruang potensial yang mampu menunda akhir dunia ("postpone the end of the world"- Ailton Krenak). Karena dalam dan melalui pendidikan mampu mengubah wajah kusam kemanusiaan, memutus rantai persoalan serta menawarkan titik cerah kemajaun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline