Kadang
rindu datang dalam bentuk yang nisbi.
Tidak samar-samar
tidak pula tegas trengginas.
Dalam rima
diksi
dan metafora, misalnya.
Dalam bait-bait puisi
yang selalu membuatku teringat padamu
wahai, penulis sajak.
Walau wajahmu tak pernah nampak
kata-katamu membuat tiada ingin kuberanjak walau sejenak.
Ternyata kata-kata cukup sudah
untuk membuat cinta merekah.
Tapi apa yang terjadi di sana?
Di bawah purnama demi purnama
yang tidak berhasil membuatmu bercerita seperti biasa?
Kini rima
diksi
pun metafora
tak mampu lagi menebus rindu.
Tinggallah daku
pemuja sajak
yang limbung karena hilang jejak.
---
kota daeng, 15 september 2022