Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

[RINDU] Rumah Seribu Jendela

Diperbarui: 8 September 2016   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar dari: www.dhgate.com

Kehidupan mungkin sedang menghukumku dengan cara ini.

Aku “terpenjara” dalam rumah yang memiliki seribu jendela kayu. Semua jendela awalnya tertutup rapat, seperti hati seorang gadi yang cinta sejatinya dibawa pergi kekasih.

Aku membuka jendela pertama. Semerbak melati dan petriochor langsung menyapa. Aku pun memejamkan mata untuk membiarkan indra penciumanku mereguk sensasi itu sepuasnya. Saat membuka pelupuk mata, aku kembali memuaskan indra penglihatanku dengan pemandangan lautan bunga melati yang baru saja disiram hujan.

Aku pun membuka jendela berikutnya yang hanya selangkah dari jendela pertama. Begitu daun jendela terbuka, aku mengernyitkan kening, tapi hanya sesaat. Setelah itu aku kembali dibuat takjub oleh potret keindahan. Bulan purnama bulat penuh seperti begitu dekat menyapa. Cahaya keemasannya memantul di atas telaga yang sedang disusuri sebuah perahu layar. Udara malam yang dingin segera membelai pori-poriku.

Selangkah lagi, jendela ketiga kembali kusibak. Aku kembali terpesona. Dari jendela ini, aku seperti berada di tepi cottage pinggiran laut mediterania. Aroma matahari begitu kental terasa. Samar-samar suara camar dan desah ombak terdengar dari tepi jendela.

Ah, masih ada 997 jendela yang belum terbuka. Jendela-jendela itu nyaris menutupi setiap hamparan dan sudut dinding rumah, bahkan ada yang bersusun bertingkat sampai ke langit-langit. Aku menatap mereka penasaran, mencoba menebak-nebak pemandangan apa yang menunggu di baliknya.

Saat itu seberkas kerinduan menghentak jantungku untuk pertama kalinya.

Aku berlari membuka jendela demi jendela dan tidak henti berdecak kagum dalam keterpesonaan.

Jendela ke-18… penduduk sebuah dusun sedang memamerkan tarian adat mereka. Lelaki dan perempuan, mereka semua larut dalam gembira diiringi canang dan suling bambu.

Jendela ke-23… hutan pinus yang dingin menyambutku. Masih ada sisa-sisa lelehan salju di tangkai dan dahan pinus. Sepertinya musim dingin akan segera berakhir.

Jendela ke -40… pemandangan senja yang begitu indah dari sudut padang gurun yang menghampar berwarna merah tembaga sejauh mata memandang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline