Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Kecerdikan Romahurmuzy di Antara Ranjau Birokrasi dan OTT "Receh" KPK

Diperbarui: 17 Maret 2019   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : kompas.com

"KPK menangkap korupsi receh. KPK lembaga receh (?)"

Cara kerja KPK tidak sembarangan dalam menciduk target. Berdasarkan pengalaman, sejumlah tokoh yang terkena OTT KPK dan tanpa bermaksud mendahului azas praduga tak bersalah serta proses hukum pengadilan, maka hampir pasti Romahurmuziy (Romi) masuk penjara.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan status tersangka yang disematkan KPK kepadanya sudah cukup menjadi penanda nasib dan status hukumnya kedepan. Soal berapa lamanya Romi akan meringkuk di penjara, biarlah kelak proses hukum memutuskannya.

Ada tiga hal mencolok yang dapat dilihat dari sosok politis Romi dan kasus korupsinya.  
Pertama, Romi seorang ketua partai tua dan besar. Partai ini punya sejarah panjang sejak berdirinya negeri ini hingga sekarang. Nilai-nilai religiusitas sangat kental dalam struktur kepartaian dan landasan operasionalnya.

Romi merupakan anggota aktif dalam Tim Koalisi Nasional (TKN)  pemenangan Jokowi/Amin dalam Pilpres 2019. Dia merupakan anggota dewan penasehat yang terdiri dari ketua-ketua parpol pendukung Jokowi/Ma'ruf Amin. 

Di situ Romi sejajar dengan Megawati (ketua PDIP) dan Airlangga Hartarto (Golkar)--keduanya merupakan partai senior yang sudah ada sejak jaman Orde Baru--serta enam ketua partai lainnya yang relatif baru muncul pasca reformasi. Keberadaan Romi yang muda dalam usia dan perpolitikan tak menyurutkan eksistensinya sebagai tokoh besar diantara para tokoh besar yang lebih tua usia dan berpolitik tersebut.

Kedua, nilai korupsi yang dilakukan Romi terbilang "recehan", yakni 300 juta. Uang 250 juta sudah diterima sebelumnya, yakni tgl 6 Pebruari lalu di rumah Romi sendiri. Sedangkan saat OTT sejumlah kisaran seratus jutaan.  Dalam wacana unik Prabowo pada Debat Capres yang lalu, mungkin uang segitu termasuk kategori "korupsi tak seberapa".

KPK sebagai lembaga  anti rasuah lekat dengan "tangkapan ikan besar" seharga milyaran rupiah. Ikan besar itu seringkali berenang di "samudera nan indah" proyek pembangunan fisik dan pengadaan barang yang nilainya milyaran. Sementara dalam berbagai pemberitaan sebelumnya, KPK sangat jarang beraksi pada korupsi "recehan", apalagi terkait tokoh elit tingkat nasional.  

Ketiga, jual beli jabatan. Lahan garapan korupsi Romi ini termasuk tidak populer dalam "dunia persilatan" korupsi tingkat elit negeri ini. Bandingkan dengan bidang proyek pembangunan fisik dan pengadaan barang yang populer dan terdengar seksi. Bidang tersebut seringkali jadi rebutan garapan para tokoh besar dalam kancah politik, namun sekaligus seringkali pula menjerumuskan mereka ke dalam penjara.

Ketidakpopuleran bidang "jual beli" jabatan oleh tokoh selevel ketua partai tua disatu sisi merupakan kecerdikan mendapatkan income yang "aman" dari pantauan KPK. Di sisi lain, ketidakpopuleran "jual beli" jabatan setingkat eselon 1 dan 2 di kementrian sebenarnya memilik  ranjau (perangkap) yang lebih banyak.

Dinamika dunia birokrasi sangat rentan dengan gosip internal. Ada tiga yang mencolok, yakni dalam soal keuangan, perselingkuhan, dan promosi jabatan. Yang paling seksi dan seringkali bikin gusar di kalangan internal birokrat adalah soal promosi jabatan karena ini soal "harga diri" terkait prestasi kerja dan karier yang berujung pada "derajat sosial" seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan diperjuangkannya sampai titik harapan tertinggi. Mengapa demikian?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline