Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Faktualitas HTI dan Blunder Gatot Nurmantyo pada Isu PKI

Diperbarui: 1 Oktober 2018   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : NO2ISIS on Twitter:

 

Perbincangan Jend (purn) Gatot Nurmantyo di Kompas TV, Tgl 28 September 2018, di acara 'Rosi' bertema "Siapa Mau Nobar Film PKI?", telah mengundang kontoversi.  

Pada acara itu, sang mantan Jenderal dan panglima TNI itu mengkritisi kebijakan pemerintah masa lalu dan kini yang "meniadakan" pelajaran sejarah PKI di sekolah. Sehingga saat ini generasi muda dan milenial dianggap tidak tahu sama sekali tentang sejarah pengkianatan G30SPKI. Satu contoh yang beliau ambil adalah anak temannya sesama anggota TNI, yang masih kuliah semester II tidak tahu tentang Aidit-tokoh PKI pada masa lalu.

Perubahan pelajaran sejarah PKI di sekolah terjadi karena adanya gerakan sistematis yang dilakukan oleh gerakan PKI yang berusaha meniadakan sejarah kelam bangsa ini.

Celakanya, sejumlah pihak di pemerintahan saat perubahan kebijakan tentang PKI tersebut bukan orang sembarangan. Ada Habibie dan Gus Dur yang pada rentang masa  1998-2001 menjadi presiden di periode berbeda. Selain itu ada Letnan Jendral (purn) Yunus Yosfiah selaku menteri penerangan, Prof. Dr. Juwono Sudarsono selaku menteri pendidikan. Mereka adalah orang-orang yang mengetahui sejarah, dan tidak diragukan lagi nasionalisme serta komitmennya pada bangsa dan negrara ini dalam bingkai NKRI.

Dari perbincangan acara Rosi itu, bisa terungkap sebuah cara pandang seorang Gatot Nurmantyo tentang bahaya PKI, bukan semata kritik tidak adanya pelajaran sejarah di sekolah. Bukan melulu pada tuduhan sebagai PKI terhadap para pengambil kebijakan sebagai gerakan sistematis PKI, melainkan pada cara pandang beliau terhadap keberadaan PKI pada masa kini yang dinilai tak lagi relevan.

sumber gambar : kompas.com

Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo berangkat dari sebuah idealisme yang baik, yakni agar semua generasi memahami keberadaan PKI merupakan sejarah kelam bangsa ini, dan hal itu jangan sampai terulang kembali. Gerakan PKI dan faham yang pernah dibawakannya sangat berbahaya bagi negeri ini.

Namun lingkup pandangan beliau akan bahaya laten yang membahayakan bangsa ini hanya terfokus pada peristiwa kekejaman PKI pada masa lalu. Sementara PKI sendiri sudah jelas dinyatakan sebagai partai dan gerakan terlarang di negeri ini yang bertetangan dengan dasar negara Pancasila dan fondasi hukum negara yakni UUD 45.

Selain itu, hal tak kalah pentingnya yakni, di dunia saat ini ideologi komunis telah runtuh. Perang dingin antara blok barat dan timur, antara faham demokrasi dengan faham komunis sudah tidak ada lagi.  Komunis sudah tidak lagi menarik bagi kebutuhan berbagai bangsa di dunia untuk bersaing menjadi bangsa dan negara yang terbaik.

Panglima TNI saat ini Marsekal Hadi Tjahjanto di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (30/9/2018) sudah menyatakan PKI bukanlah ancaman lagi. Tap MPRS yang sudah melarang ideologi komunis (baca sumber ini). Hal senada pernah Gatot Nurmantyo ungkapkan saat masih menjadi panglima TNI pada acara Simposium Nasional Anti-PKI bertema "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016. (baca sumber ini).

sumber gambar :https://serambimata.com/2017/05/08/indonesia-menjadi-negara-ke-21-yang-melarang-hizbut-tahrir/

Sejarah Kelam PKI dan Faktualitas Bahaya Laten HTI

Sejatinya, berangkat dari pelajaran dan pemahaman gerakan PKI pada masa lalu, Gatot Nurmantyo bisa mengungkapkan bahaya laten yang faktual bagi masa kini. Artinya, faktualitas adanya gerakan dan penyebaran faham masa kini yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 45 yang sangat membahayakan keutuhan NKRI.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline