Lihat ke Halaman Asli

Paulus Tukan

Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mempertimbangkan Sekolah bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam PPDB 2020/2021

Diperbarui: 2 Juli 2020   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan yang memfasilitasi siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling mendukung dan membaurkan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak-anak normal atau nonABK, dapat meningkatkan interaksi dan melatih siswa saling membantu sehingga menghindari terjadinya bullying di sekolah (DOK. TANOTO FOUNDATION via KOMPAS.com)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 sudah dimulai secara nasional. Pemerintah telah menetapkan empat jalur PPDB, yakni jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua atau wali, dan jalur prestasi.

Namun, PPDB di DKI Jakarta telah meramaikan media sosial belakangan ini. PPDB  jalur zonasi yang mensyaratkan usia justru menuai protes dari orangtua calon siswa, karena dianggap lebih mementingkan calon siswa yang berusia lebih tua. Banyak calon siswa berusia lebih muda tersingkir dari sekolah negeri.

Sayangnya, gema anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas, sepi dari pembicaraan. Padahal, perihal ABK perlu mendapat perhatian khusus secara bersama antara pemerintah, sekolah dan orangtua. Ke mana mereka akan mendapatkan pendidikan dan pengajaran di tahun ajaran 2020/2021 ini?

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas adalah anak yang memiliki  keterbatasan kemampuan dalam melaksanakan fungsi tertentu, yaitu fungsi fisik, intelektual, mental, dan fungsi sensorik.

Karena keterbatasan ini, negara hadir dalam memberikan kesempatan belajar bagi ABK melalui program pendidikan inklusi (Permendikbud nomor 70 tahun 2009). 

Menurut Permen ini, pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang menyandang disabilitas dan yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dan pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (non-disabilitas).

Belajar dari Pengalaman

Perihal sekolah wajib menerima ABK sudah dimulai beberapa tahun lalu, ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kita kala itu Muhadjir Effendy. Sejak itu, sekolah dasar dan menengah wajib menerima ABK.

Ternyata, mendidik dan mengajar ABK sangat berbeda dengan mendidik dan mengajar anak didik pada umumnya (non-ABK). Akibatnya, ABK telah menjadi persoalan yang panjang, sepanjang keberadaannya di sekolah.

Saya sendiri pernah mengajar ABK pada beberapa SMA dan SMK. Pengalaman telah membuktikan bahwa setiap kali rapat akhir semester, suasana ruang rapat menjadi hangat kadang panas ketika berbicara mengenai nilai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline