Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com

Mitos Dunia Tulis-menulis

Diperbarui: 14 November 2020   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sering dalam percakapan terlontar kata-kata, gak ada ide mau nulis apa, sudah ngopi macet pula tulisan, kurang ngopi ini gak bisa menuangkan ide, ide banyak tapi gak jadi-jadi tulisan. Ajarin nulis, susah banget kog, atau mau nulis apa bingung.

Hal yang terjadi juga dengan para pemain blog, alias blogger, penulis yang tiap saat menuangkan gagasan dalam tulisan. Media berkembang dengan luar biasa, banyak tempat untuk bisa menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.  Toh nada pada awal tulisan itu masih saja.

Ada beberapa mitos namun seolah sudah menjadi kredo, kepercayaan seperti iman dalam dunia tulis menulis. Hal-hal berikut layak dicermati;

Kopi atau cemilan. Tanpa ngopi tidak bisa menulis, ide tidak datang. Hanya mitos, bentukan kebiasaan yang dianggap sebagai asli demikian. Tidak ada  bedanya mau ngopi, vodka, atau gingseng sekalipun. Mabuk atau beser iya, soal gagasan mengalir tidak ada kaitan langsung.

Itu kebiasaan dan pembiasaan personal yang dikemukakan dan orang lain latah menyetujui. Bisa dibalik, tanpa itu semua ide dan gagasan tetap mengalir.

Mau menulis atau jadi penulis asyik membaca, tips dan trik menulis. Itu tidak salah, namun kalau tidak memulai dan merangkai kata jadi kalimat, yo tidak akan jadi tulisan. Lakukan, lakukan, lakukan, dan lakukan. Ini penting dan mengasah kebiasaan dan menjadi hal yang mengalir.

Tidak salah membaca karena itu adalah bekal untuk menjadi tulisan juga. Tanpa bacaan tulisan akan usang dan tidak memberikan hal yang baru bagi pembaca pun bagi diri sendiri.

Menjadi hakim, kurator, dan bahkan tuhan atas karya sendiri. Jelek, tidak menarik, ah biasa saja. Hal demikian sering menjadi penghambat dan batu sandungan. Padahal belum tentu demikian yang terjadi. Biarkan pembaca memberikan tanggapan dan penilaian.  Asyik dengan penafsiran sendiri dan kemudian menilai sendiri bisa berbahaya.

Hal yang sangat biasa terjadi, didikan feodal yang tidak baik memuji sendiri terinternalisasi dan menjadi kebiasaan. Akhirnya berujung pada tempat sampah.

Membandingkan dengan pihak lain. Identik  dengan  point di atas bagaimana kebiasaan lanjutan kita adalah membandingkan denga karya pihak lain. celakanya jika itu adalah tokoh idola dan sudah tenar. Celaka bertubi-tubi.

Tulisan itu perlu asahan, akan meningkat seiring dengan kebiasaan dan pembiasaan kita. Makin lama akan semakin baik dan menarik. Apalagi jika mendengarkan nasihat dan masukan pihak lain yang obyektif tentunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline