Lihat ke Halaman Asli

Daniel Pasedan

Berkeluarga, dua anak

“Asyiknya Merobek Selaput”

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diterapkannya kurikulum 2013 di sekolah membawa dukacita bagi sebagian kalangan. Bagi pribadi kaku dan rendah alternatif tentu kebijakan ini akan menyiksa. Betapa tidak, selama ini sudah nyaman dengan cara KTSP, sudah nyaman dengan cara penyampaian materi bahkan penilaian, ndelalah mesti menyesuaikan diri dengan cara berbeda.

Dalam kacamata saya, kurikulum hanyalah pendekatan untuk mencapai angan agar manusia yang terlibat di dalam proses ini menjadi lebih cerdas. Kurikulum tidak lebih dari cara-cara terencana, sistematis dan masif (hehe minjam istilah mu bro) agar bobot bebet dan kualitas hidup manusia lebih baik.

Kurikulum apapun yang diterapkan, siapapun pengampuh kebijakan pendidikan, Pendidikan tetaplah Pendidikan yang esensinya "memicu pribadi untuk keluar dari kegelapan, abu-abu menuju terang".

Pendidikan tidak jauh-jauh dari soal pemahaman, paham, mau dan tergerak melakukan dan berujung pada "lihat apa yang terjadi". Sehingga penilaian akan fokus pada "adakah buah perubahan positif  pada pribadi yang telah mengalami proses pendidikan".

Demikianlah teori-teori yang menggema terkait pendidikan, proses, interaksi, pandangan selama tiga, empat minggu yang telah beralalu dan hal ini semata-mata bersumber dari diriku sendiri.

Tentang selaput.

Apa itu selaput? Selaput siapa? Mengapa robek? Kapan robek? Di mana robek?

Semester ini saya mendapat tanggung jawab untuk mengampuh salah satu matapelajaran yang berbeda dengan latar keilmuan apalagi ijapsah. Semenjak bergaul dengan pribadi-pribadi hebat di Kompasiana dan beberapa media sosial lain, serta banjir bandang ilmu dan pengetahuan yang bisa dijangkau kapan saja dimana saja, saya menjadi pribadi berbeda dan senang dengan segala macam ilmu. Terutama dengan pengetahuan mengenai manusia itu sendiri.

Kelas X matapelajaran Seni dan Budaya pkl. 13.00 wita.

Bisa kebayang betapa merontanya perut anak-anak yang dari pagi dipaksa mengikuti pelajaran, sungguh gelisah keaduk ngantuk nan loyo saat jam pelajaran di siang bolong.

“Siang ini kita tidak belajar! Kita hanya cerita-cerita saja dan menyanyi-nyanyi saja”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline