Lihat ke Halaman Asli

Pande Anggarnata

from nothng says everthing

Hari Raya Nyepi Tidak Terpengaruh Pandemi

Diperbarui: 14 Maret 2021   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melasti sebelum pandemi - Dok.Pri

Pelaksanaan hari raya Nyepi tahun ini, jatuh pada hari Minggu, tanggal 14 Maret 2021 ditengah suasana PPKM Mikro sebagai usaha mengurangi penyebaran Pandemi Covod19. Umat Hindu di Indonesia, dan seluruh masyarakat yang mendiami pulau Bali tanpa melihat apa agamanya, wajib melaksanakan catur empat brata penyepian, yaitu tidak menyalakan api/lampu, tidak bepergian, tidak bekerja dan tidak menghibur diri.

Dari serangkaian hari raya nyepi, maka puncak dari perayaannya adalah tanggal 14 maret, dimana seluruh protokol kesehatan sangat sesuai dengan kaidah-kaidah yang terkandung dalam hari raya Nyepi itu sendiri. Artinya ada atau tidak pandemi, maka perayaan hari raya Nyepi akan tetap seperti ini. Akan tetap tidak boleh keluar rumah. Makanya disebut tidak terpengaruh pandemi. Namun demikian, beberapa rangkaian kegiatan yang biasanya melibatkan banyak orang tidak bisa dilaksanakan.

Rangakaian kegiatan tersebut berawal dari upacara melasti, atau pembersihan alam, biasanya dilaksanakan di pantai-pantai pulau Bali, kali ini tidak bisa dilaksanakan dengan meriah. Biasanya upacara melasti diikuti oleh ribuan orang, menyebabkan kemacetan di sepanjang jalan bypass Ngurah Rai sampai baypass Ida Bagus Mantra. Masyarakat Bali tumpah ruah dengan berjalan kaki dari pura desa masing masing menuju pantai mengiringi pratima/pralingga Ida Bhatara dengan diiringi gambelan baleganjur.

Kali ini upacara melasti diiikuti oleh prajuru/pejabat adat dan beberapa orang yang mendapat tugas untuk itu. Banyak desa adat yang menggunakan kendaraan menuju pantai, sehingga pelaksanaan upacara terlihat lenggang dan jauh dari kesan meriah. Tidak terlihat lagi kerumunan massa, atau teriakan pecalang mengatur lalu lintas. 

Semuanya berjalan dalam sepi. Masyarakat Hindu Bali yang tidak terlibat didalamnya menjadi gamang, ada yang hilang dalam jiwa mereka, kecintaan pada Tuhan dalam bentuk ritual ini tidak dapat dilakukan. Tidak dapat mereka persembahkan keringat yang bercucuran akibat jalan kaki, tidak dapat mereka persembahkan tenaga mereka untuk mengusung pralingga Ida Bhatara, bahkan penabuh gambelan tidak dapat juga mempersembahkan kreatifitas mereka dalam kesumpekan jalan kaki dan keringat yang menetes atau dahaga karena kepanasan. Kami merindukan ini.

Setelah alam Bali dibersihkan, maka selanjutnya pada hari Sabtu tanggal 13 Maret 2021 siang hari kurang lebih jam 12.00 dilaksanakan upacara Tawur Kesanga, upacara untuk menyeimbangkan alam semesta dengan manusia, menyeimbangkan dunia dan pikiran. Upacara ini dilakukan di perempatan jalan utama di setiap desa adat di Bali. Walaupun tidak melibatkan ribuan umat, namun upacara ini cukup banyak melibatkan masyarakat. Maka saat ini lagi-lagi hanya dilakukan oleh prajuru adat. Kegamangan umat kembali terasa.

Tawur - Dok.Pri

Sore hari saat memasuki sandyakala-antara sore dan malam hari, dilakukan upacara pengrupukan, yaitu menstabilkan alam bawah, para bhuta kala, jin, setan didoakan untuk tidak mengganggu alam manusia. Sehingga pelaksanaan hari raya nyepi tidak mengalami gangguan. Gangguan dari alam bawah ini biasanya akan muncul dalam bentuk kemarahan dan perbuatan-perbuatan tidak terpuji lainnya.

Setelah pengrupukan maka dilakukan pawai ogoh-ogoh.  Ini sebuah pawai yang ditunggu-tunggu seluruh masyarakat yang ada di Bali, baik orang lokal maupun orang asing. Lagi-lagi kami mengalami kegamangan. Lagi-lagi kami tidak bisa mempersembahkan cipta dan karsa kami kepada Tuhan.

Keesokan harinya, hari Minggu tanggal 14 Maret, Bali pun sepi, sesuai banget dengan protokol kesehatan. Bali mati sehari. Tida ada raungan mesin, tidak ada deru kendaraan, tidak ada teriakan orang. Tidak ada pencemaran lingkungan. Kami berdiam diri dirumah, merenungi hidup dan kehidupan, merenungi kegamangan dalam tata upacara adaptasi pandemi ini.

Hari raya bagi umat Hindu bukan tentang baju baru atau makan enak. Hari raya bagi umat Hindu bukan tentang jalan-jalan atau pelesiran. Hari raya bagi umat Hindu adalah tentang kesibukan. Adalah tentang pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran. Adalah tentang keringat, dahaga, kepanasan atau kehujanan. Saat kami bisa melakoni itu semua, disanalah kesempurnaan kami beragama, disana kami menemukan Tuhan kami.

Pande Anggarnata




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline