Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Suami Ideal 7: Memiliki Ketrampilan Praktis Kerumahtanggaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Mengapa rumah kita berantakan seperti ini ? Persis kapal pecah”, ungkap seorang suami setelah sampai di rumah menyaksikan kondisi rumah yang berantakan dan tidak rapi. “Mengapa engkau tidak merapikan barang-barang ini ? Mengapa mainan anak-anak berceceran dimana-mana dan tidak engkau kembalikan ke tempatnya?” keluhnya kepada isteri.

“Engkau tahu tanganku hanya dua. Seharian sudah aku gunakan mengerjakan berbagai urusan kerumahtanggaan, sejak memasak, mencuci, menjemur pakaian, menyeterika, memandikan anak, menyuapi anak, mengantar si bungsu ke sekolah. Betapa lelah aku mengerjakan itu semuanya, dan rumah belum sempat aku rapikan”, jawab isteri.

Dialog itu menandakan adanya penumpukan beban urusankerumahtanggaan di pundak isteri. Suami hanya mengerti beres, tidak mau tahu tentang urusan teknis dan praktis yang selalu muncul setiap hari di rumah. Ia berpendapat, itu semua tugas dan tanggung jawab isteri untuk mengerjakannya. Suami tidak memiliki peran melaksanakan kegiatan praktis dan teknis kerumahtanggaan. Benarkah pemahaman dan kondisi seperti itu ?

Pada tulisan terdahulu tentang karakter suami ideal, saya telah menyampaikan karakter yang pertama (http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/28/suami-ideal-disayangi-isteri-bukan-ditakuti/), karakter kedua (http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/29/suami-ideal-menundukkan-ego-untuk-keharmonisan-keluarga/), karakter ketiga (http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/30/suami-ideal-3-selalu-membahagiakan-isteri/), karakter keempat (http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/01/suami-ideal-4-fokus-melihat-sisi-kebaikan-isteri/), karakter kelima (http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/02/suami-ideal-5-mengenali-perubahan-dan-perkembangan-isteri/), dan karakter keenam (http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/04/suami-ideal-6-mendekat-kepada-isteri-bukan-menjauhi/). Pada tulisan ini saya ingin menambahkan karakter suami ideal berikutnya.

Ketujuh, suami ideal memiliki ketrampilan praktis kerumahtanggaan. Suami bukan hanya bekerja mencari nafkah untuk menghidupi anak dan isteri, sehingga setelah di rumah merasa menjadi manusia bebas yang tidak memiliki tugas dan tanggung jawab apapun untuk dikerjakan. Sesampai di rumah langsung istirahat, bersantai atau tidur karena merasa sudah lelah dalam menjalankan kewajiban mencari nafkah.

Di rumah, suami minta dilayani. Minta disediakan masakan yang enak, dibuatkan teh panas, dipijit oleh isteri dan tidak diganggu oleh anak-anak. Sementara isteri harus mengurus seluruh kegiatan praktis kerumahtanggaan, mengurus anak-anak dan melayani semua keinginan suami. Belum lagi urusan dan interaksi dengan tetangga yang juga harus dilakukannya.

Benarkah semua pekerjaan praktis kerumahtanggaan menjadi peran isteri ? Secara kultur, dengan sangat mudah kita menemukan kebiasaan di tengah masyarakat, bahwa pekerjaan “domestik” seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, membersihkan halaman, merawat peralatan rumah tangga adalah peran isteri. Sedangkan suami lebih dominan beraktivitas di luar rumah, sehingga relatif tidak mengetahui urusan praktis kerumahtanggaan.

Pembagian Peran Kerumahtanggaan

Pertama kali yang harus didudukkan dengan tepat adalah bagaimana suami dan isteri membagi peran dalam kehidupan rumah tangga. Pada prinsipnya, pembagian peran antara suami dan isteri harus dilakukan dengan adil, tidak boleh menzalimi siapapun,dan tentu saja sebagai insan beriman, harus menyesuaikan dengan ketentuan agama.

Jika kita lihat pada sejumlah teks keagamaan, akan kita dapatkan contoh di zaman Kenabian yang memberikan petunjuk betapa pekerjaan praktis kerumahtanggaan biasa dilakukan oleh suami maupun isteri, tanpaada pemilahan yang ekstrem atau kaku. Seseorang pernah bertanya bertanya kepada Aisyah, isteri Sang Nabi. "Apakah yang dikerjakan Nabi saw di rumah?" Aisyah menjawab, "Beliau biasa dalam tugas sehari-hari keluarganya –yakni melayani keluarganya— maka apabila telah datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikan shalat" (Riwayat Bukhari).

Aisyah juga pernah ditanya, "Apakah yang dikerjakan Nabi di rumah?" Aisyah menjawab, "Beliau adalah seorang manusia biasa, membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya dan melayani dirinya" (Riwayat Ahmad). Demikianlah Sang Nabi mulia, beliau memberikan contoh keteladanan dalam mengerjakan kegiatan kerumahtanggaan.

Nabi saw memberikan contoh melayani keluarganya, membersihkan pakaian, memerah susu kambing, melayani keperluan dirinya, sebagaimana disebutkan oleh Aisyah. Maka apakah para suami layak senantiasa meminta pelayanan penuh dari isteri dalam rumah tangga, sementara Nabi saw justru mencontohkan melayani isteri dan keluarganya?

Kita juga bisa melihat kehidupan anak dan menantu Sang Nabi, Ali dan Fatimah. Ali berkata, "Demi Allah, aku selalu menimba air dari sumur sehingga dadaku terasa sakit". Fatimah menjawab, "Dan aku, demi Allah, memutar penggiling hingga kedua tanganku melepuh" (Riwayat Ahmad).

Pernyataan Ali dan Fatimah di atas menunjukkan, kedua belah pihak saling bekerja sama menyelesaikan pekerjaan kerumahtanggaan. Mereka berdua berbagi peran dengan harmonis untuk menyelesaikan pekerjaan praktis di rumah. Ali menimba air dari sumur yangamat dalam, sedangkan Fatimah memutar penggiling untuk menumbuk gandum. Keduanya adalah jenis pekerjaan “berat” yang memerlukan tenaga.

Kehidupan orang-orang mulia jaman dahulu, telah memberikan petunjuk bahwa tidak ada doktrin agama yang menyatakan bahwa pekerjaan domestik itu sepenuhnya menjadi tugas isteri. Justru kita mendapatkan pernyataan yang lebih jelas dari Imam An-Nawawi, bahwa “membuat roti, memasak, mencuci pakaian dan lain-lain, semua itu merupakan sumbangan dan kebaikan wanita kepada suaminya, interaksi yang bagus, pergaulan yang mulia, yang tidak wajib sama sekali atasnya, bahkan seandainya ia tidak mau melaksanakannya maka ia tidak berdosa".

Oleh karena itu sangat penting untuk berbagi peran praktis kerumahtanggaan, agar semua urusan bisa terselesaikan dengan baik, dan tidak ada satu pihak yang merasa terbebani atau terzalimi oleh pasangannya. Suami dan isteri duduk bersama, membuat daftar pekerjaan kerumahtanggaan yang harus diselesaikan setiap hari, dan membuat kesepakatan pada setiap item pekerjaan tersebut siapa yang bertanggung jawab.

Lakukan musyawarah di rumah untuk membagi peran antara suami, isteri, anak-anak, dan pembantu (jika memiliki pembantu rumah tangga). Lebih khusus lagi yang harus disepakati adalah peran suami dan isteri di dalam rumah, agar tidak menimbulkan perasaan ketidakadilan. Bagilah peran secara berkeadilan, melalui proses musyawarah yang penuh suasana kasih sayang, bukan pemaksaan kehendak atau intimidasi. Semua untuk menjaga cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.

Contoh Pembagian Peran

Sebagai contoh, berikut ini daftar pekerjaan yang harus diambil oleh salah satu dari suami dan isteri, atau diambil bersamaan oleh suami dan isteri, agar kegiatan kerumahtanggaan berjalan normal. Jika suami dan isteri tidak mengerjakan sendiri beberapa jenis kegiatan kerumahtanggaan, mereka bisa memberikan tanggung jawabnya kepada anak, dan sebagian yang lainnya kepada pembantu rumah tangga. Namun jika dalam keluarga tidak memiliki pembantu rumah tangga, maka harus bisa diselesaikan oleh suami, isteri dan anak-anak.

Jenis Pekerjaan

Pelaksana

Suami

Isteri

Pembantu

1

Menemani anak belajar di rumah

2

Mengantar dan menjemput anak sekolah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline