Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Upaya Menumbuhkan Cinta dan Kasih Sayang Suami Istri

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14237901021616798152

[caption id="attachment_396562" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi : www.weheartit.com"][/caption]

Sahabat “Permata Club”, berikut saya posting bahan Pengajian Permata (Pernik-pernik Rumah Tangga) untuk nanti sore, Jumat, 13 Februari 2015, jam 16.00 – 18.00 WIB di Balai Belajar Masyarakat (BBM), kampung Mertosanan Kulon RT 02, Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Bagi yang tidak bisa hadir, tulisan ini bisa untuk bahan bacaan di rumah bersama pasangan tercinta.

*********************

Islam telah memberikan panduan kehidupan yang lengkap bagi umat manusia, sampai urusan yang sangat detail dan renik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat maupun urusan kenegaraan. Salah satunya adalah panduan tentang kehidupan berumah tangga, dimana Islam mengajarkan suatu interaksi yang dipenuhi cinta, kasih sayang serta kebaikan antara suami dengan istri.

Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menyebutkan paling tidak ada tiga tujuan perkawinan. Pertama, untuk melestarikan dan mengembangkan keturunan dalam rangka melanjutkan kehidupan manusia di bumi. Kedua, untuk menyalurkan hasrat fitrah kemanusiaan agar mendapatkan kenikmatan jasmani dan rohani, serta menjaga fungsi reproduksi.  Ketiga,  untuk menciptakan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.

Arahan Islam untuk Menumbuhkan Cinta, Kasih Sayang dan Pergaulan yang Baik Antara Suami dan Istri

Islam telah memberikan pondasi yang kokoh agar suami dan istri selalu berusaha untuk membangun kehidupan yang harmonis serta bahagia.  A’la Rotbi dalam tulisannya “Mu'asyaroh Bil Ma'ruf” mengungkapkan, di antara pondasi untuk membangun hubungan yang harmonis antara suami dan istri itu tersebut dalam firman Allah surat An Nisa’ ayat ke 19:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.

Ayat  لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهً terkait dengan kebiasaan sebahagian masyarakat Arab Jahiliyah. Pada masa itu, apabila seorang lelaki meninggal dunia, maka anak tertua atau anggota keluarga yang lain berhak mewarisi jandanya. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.

Dalam kitab tafsirnya Al-Qurtubi menjelaskan, maksud ayat ini adalah menghilangkan adat kebiasaan jahiliyah dan bahwa wanita tidak boleh dijadikan seperti harta yang dapat diwarisi dari suaminya. Sedangkan Ibnu katsir menjelaskan, ayat ini mencakup berbagai kebiasaan masyarakat jahiliyah tersebut.

Sedangkan ayat, "وَلَا تَعْضُلُوهُنّ", Allah Ta’ala mengarahkan pembicaraan kepada para suami yang berlaku jelek, kasar atau zhalim terhadap istrinya. Maksudnya : seseorang memiliki istri yang ia tidak sukai padahal sudah diberikan mahar, lalu ia susahkan wanita itu agar mau menebus dirinya dengan mahar tersebut. Demikian dikatakan Adh-Dhahak dan Qatadah serta Ibnu jarir.

Pada penggalan ayat   وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِAllah memerintahkan para suami untuk bergaul secara baik dan patut dengan istri (mu’asyarah bil ma'ruf). Kata al-ma'ruf artinya segala sesuatu yang dimaklumi atau dikenali kepatutan, kebaikan atau kebenarannya, menurut aturan Allah dan Rasul-Nya, maupun ukuran kemanusiaan dan masyarakat pada umumnya. Para ulama memahami  kalimat وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِsebagai perintah untuk berbuat baik kepada istri yang dicintai ataupun tidak dicintai.  Kata ma’ruf mencakup tidak mengganggu, tidak menyakiti, tidak memaksa, tidak berlaku kasar, dan selalu berbuat baik kepada istri.

Dalam kitab tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan, "Baguskanlah perkataan kalian kepada istri kalian, perbaikilah tingkah laku dan penampilan kalian sebatas kemampuan kalian. Sebagaimana kalian senang istri kalian berlaku seperti itu, maka berlakulah seperti itu pula. Hal ini sesuai dengan firman-Nya : "Bagi istri berhak mendapat kebaikan seperti kewajibannya" dan sabda Nabi : Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya. Dan akulah yang terbaik terhadap istri".

A’la Rotbi dalam tulisannya “Mu'asyaroh Bil Ma'ruf” mengungkapkan, upaya menumbuhkan cinta, kasih sayang dan pergaulan yang baik antara suami dan istri hanya bisa dicapai apabila menggunakan beberapa landasan berikut :

1. Suami dan istri adalah pasangan, sebagaimana dalam QS. Ar-Ruum : 21. وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri."

2. Suami atau istri adalah pakaian bagi lainya, sebagaimana QS. Al-Baqarah : 187. أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّلِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka".

3. Suami adalah pemimpin bagi istrinya, sebagaimana QS. An-Nisa : 34. الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka".

4. Istri adalah ladang untuk suaminya, sebagaimana QS. Al-Baqarah : 223 نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ "Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu".

Selanjutnya, Allah berfirman  فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا. Maknanya, jika suami mendapatkan sesuatu yang tidak disukai pada istrinya dan sangat membenci hal itu serta tidak nyaman dekat dengannya, namun dia tidak melakukan perbuatan keji dan nusyuz, maka hendaknya ia bersabar atas hal tersebut, sebab bisa saja ini merupakan sesuatu yang baik baginya. Ayat ini mengarahkan para suami agar selalu fokus melihat sisi kebaikan sang istri, dan bisa toleransi atas kekurangan dan kelemahan yang dimiliki istri.

[caption id="attachment_396566" align="aligncenter" width="275" caption="ilustrasi : https://www..confettidaydreams.com"]

142379026245963192

[/caption]

Contoh-contoh Sikap untukMenumbuhkan Cinta, Kasih Sayang dan Pergaulan yang Baik Antara Suami dan Istri

Ada sangat banyak sikap dan perbuatan yang bisa menumbuhkan serta menguatkan cinta dan kasih sayang antara suami istri. Abu Al-Hameed Rabe’ dalam buku “Bait Al Muslim Al Qudwah” menyebutkan berbagai macam contoh sikap dan perbuatan positif terhadap pasangan untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. Di antaranya adalah:

1.Berusaha untuk selalu fokus melihat kebaikan pasangan

2.Berusaha untuk toleransi terhadap kekurangan dan kelemahan pasangan

3.Berusaha memahami, mengerti dan menerima kondisi pasangan

4.Bersedia berubah dan menyesuaikan diri dengan harapan pasangan

5.Berusaha menghindari kritik terus menerus terhadap suatu sifat atau kondisi pasangan yang tidak disukai, termasuk menghindari komentar spontan terhadap hal yang tidak disukai dari pasangan walaupun bertujuan untuk mengubah atau memperbaikinya

6.Saling memuji pasangan dengan tulus

7.Saling memberikan yang terbaik untuk pasangan demi kebaikan bersama

8.Saling mengalah kepada pasangan demi kebaikan bersama

9.Saling memberikan hadiah terutama pada peristiwa atau momen khusus

10.Menyempatlkan waktu untuk bercengkerama, mengobrol, atau berdiskusi dengan pasangan

11.Bersedia menganggap kekurangan dalam kehidupan keluarga adalah tanggung jawab bersama

12.Terbuka dan bersedia mendengarkan masukan dan nasihat dari pasangan

13.Berusaha melembutkan suara dan tidak meninggikan suara saat berbicara kepada pasangan

14.Bersedia meminta maaf dan memaafkan pasangan

15.Saling memanggil dengan nama atau panggilan kesayangan

16.Mengucapkan salam dan bermuka cerah ketika pulang ke rumah dan bertemu pasangan

17.Saling menguatkan dalam ibadah

18.Mengusahakan tabungan keluarga, misalnya untuk melaksanakan haji, umrah, infak atau untuk keperluan lainnya

19.Melaksanakan refreshing untuk menyegarkan suasana

20.Menjaga aib dan rahasia pasangan terhadap orang lain

21.Saling mendoakan untuk kebaikan pasangan

22.Bersedia untuk membahas persoalan kerumahtanggaan bersama pasangan

23.Lebih mengutamakan pasangan dibandingkan dengan urusan sepele lainnya, misalnya dalam urusan komunikasi

24.Tidak mudah menuduh dan menghakimi pasangan

25.Tidak meremehkan dan menghina pendapat pasangan

26.Tidak mengkritik atau memarahi pasangan di hadapan orang banyak

27.Tidak melukai hati pasangan dengan tindakan dan kata-kata, termasuk ketika sedang marah

28.Tidak mencela kelalaian pasangan dalam menunaikan kewajiban

29.Tidak membandingkan pasangan dengan orang lain, contohnya : tidak membandingkan cita rasa masakan istri dengan cita rasa masakan orang lain, atau membandingkan bentuk fisik pasangan dengan orang lain.

30.Tidak berlebihan memuji kelebihan orang lain atau menampakkan kekaguman kepada orang lain di hadapan pasangan

Tentu saja masih sangat banyak contoh sikap dan perbuatan yang bisa menumbuhkan cinta dan kasih sayang antara suami dan istri. Pada intinya, segala yang baik, patut, bijak dan benar, bisa dilakukan demi membahagiakan pasangan. Dengan cara itu, tujuan pernikahan sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al Ghazali di atas bisa terwujud dengan optimal.

Bahan Bacaan :

Abu Al-Hameed Rabe’, Bait Al Muslim Al Qudwah : Membumikan Harapan Keluarga Islam Idaman, Penerbit : LK3I, Jakarta, 2011.

A’la Rotbi, Mu'asyaroh Bil Ma'ruf, 2009, dalam http://risalah-alqudwah.blogspot.com/2009/08/muasyaroh-bil-maruf-tafsir-qs-nisa-19.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline