Lihat ke Halaman Asli

Anak Tansi

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Biodiesel Indonesia Harus Siap Capek Lawan Uni Eropa di WTO

Diperbarui: 18 Desember 2019   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

milleniumpost.in

 Indonesia sudah memutuskan untuk mengggugat keputusan Uni Eropa terkait biodiesel ke Badan Perdagangan Dunia WTO (World Trade Organization) pada tanggal 9 Desember 2019 lalu. Dasarnya, blok perdagangan tersebut dianggap  telah bertindak  diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit  yang dituduh sebagai komoditas tak ramah lingkungan serta dicap sebagai  industri perusak alam. Sehingga atas dasar itu, RED II dan ILUC yang ditetapkan oleh Uni Eropa menetapkan bahwa sawit dan biodiesel Indonesia dibatasi peredarannya  di wilayah mereka.

Poin yang ditolak Indonesia ada pada  Kebijakan RED II  yang mewajibkan Uni Eropa menggunakan bahan bakar dari energi yang dapat diperbarui mulai 2020 hingga 2030. Kemudian dalam aturan turunannya, Delegated Regulation, minyak kelapa sawit dikategorikan sebagai Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi. Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan Uni Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia

Pemerintah tentu sudah memperhitungkan untung rugi mengajukan gugatan tersebut. Yang pasti alasan utamanya adalah karena minyak kelapa sawit dan produk turunannya  ini masuk kategori industri strategis dan telah menerapkan prinsip bisnis berkelanjutan. Sementara dalam RED  II dan ILUC tersebut secara tidak langsung memberi dukungan kepada industri bunga matahari dan budidaya kacang kedelai sebagai bahan baku minyak nabati.  Kedua jenis tumbuhan tersebut adalah industri utama sebagian negara-negara Eropa dan benua Amerika, seperti Brasil dan Amerika Serikat.

Karena sudah masuk ke wilayah sengketa dan konflik, kedua pihak tentu sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebagai senjata atau strategi sebelum masuk ke arena "pertandingan" yang diwasiti oleh WTO tersebut.

Ibarat pertandingan olahraga,  sidang tersebut bukan pertandingan nomor lari cepat atau sprint, yang hanya berlangsung beberapa menit bahkan detik, lalu selesai. Sidang ini  terkait biodiesel ini lebih mirip lari marathon yang berlangsung relative lama, atau jika diibaratkan dengan pertandingan sepakbola, bukan pertandingan kelas turnamen yang berlangsung rata-rata satu bulan.

Sidang di WTO tersebut lebih mirip kompetisi yang durasinya berlangsung sepanjang bulan dalam kurun waktu satu atau dua tahun. Maka, sudah tentu segala persiapan fisik, materi, serta  data lengkap  sudah harus ada  sejak jauh-jauh hari untuk pertandingan tersebut.

Menurut peneliti INDEF Bima  Yudhistira, sidang sengketa di WTO tersebut bisa berjalan bertahun-tahun. "Kemungkinan bisa berjalan selama  empat sampai lima tahun, itupun kalau menang"kata Bhima dalam salah satu kesempatan.

Maka, seperti disebut diatas, karena berlangsung secara marathon dan panjang, stamina tentu harus disiapkan juga untuk jangka panjang tersebut.   Selain itu, seperti  manajer  dalam pertandingan sepakbola, maka yang jadi manajer atau pengacara pemerintah, tentu harus sosok terbaik dan siap dibayar mahal.

Salah satu poin yang bisa jadi modal dan strategi Indonesia menghadapi sidang di WTO tersebut adalah penguatan data  plus dengan kajian ilmiah  guna  mendukung argumen bahwa industri ini sudah menjalankan praktek bisnis sesuai aspek berkelanjutan, seperti yang diterapkan dalam label ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Sedangkan dari sisi lain  seperti penyiapan informasi yang clear di dalam negeri menyoal kebijakan parlemen Eropa tersebut juga menjadi poin penting.  Atau juga, seiring pelaksanaan sidang (jika itu jadi berlangsung)  pemerintah harus  terus memperbaiki tata kelola kelapa wasit di Indonesia.

Langkah-langkah tersebut perlu dilakukan pemerintah mengingat Indonesia memiliki masalah di sektor tata kelola kelapa sawit. Bahkan kebijakan parlemen Eropa terkait biodiesel kabarnya disebabkan oleh tata kelola kepala sawit di Indonesia yang masih bermasalah. Kata kuncinya ada ada perbaikan, dan pada titik ini Uni Eropa melihat Indonesia belum terlihat serius 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline