Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Pandemi Semestinya Membuat Akselerasi Kebijakan Merdeka Belajar Lebih "Ngebut"

Diperbarui: 27 Oktober 2020   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Program Merdeka Belajar. Dok. Kemendikbud via KOMPAS

Kira-kira sudah 8 bulan pandemi covid-19 menghantui Bumi Pertiwi tercinta. Efeknya, terutama di bidang pendidikan sangat terasa. Kesenjangan antara kualitas pendidikan di pusat dan daerah semakin tampak, sedangkan dalam tajuk rencana, kesenjangan harus segera dipupuskan.

Alhasil, adalah kewajaran bila kemudian kedua bola mata publik tertuju kepada sang nahkoda. Ialah Mas Mendikbud Nadiem Makarim, Sang visioner yang diharapkan mampu memimpin kereta Merdeka Belajar untuk berjalan lebih gesit.

Namun, kita sama-sama sudah tahu bahwa lirikan mata publik cukup intens. Seperti halnya pemberitaan yang baru-baru ini hadir di tengah pandemi, Mas Nadiem bersama Kemendikbud diberi nilai merah oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) atas "perjuangannya".

Diterangkan oleh pengurus FSGI cabang Mataram (NTT), Mansur menyebut bahwa dari 8 kebijakan yang dinilai, Kemendikbud mendapat nilai rata-rata di bawah KKM. KKM FSGI adalah 75, sedangkan Kemendikbud hanya mampu meraih nilai rata-rata 68. Berikut sajiannya:

Nilai rapor Mas Nadiem dari FSGI. Diolah dari KOMPAS.com

Dari data nilai rapor Mas Mendikbud di atas, terlihat ada 5 kebijakan yang merah alias berada di bawah KKM. Mulai dari kebijakan POP, PJJ, Relaksasi dana BOS, program Merdeka Belajar, hingga Asesmen Nasional.

Sekarang, langsung saja kita fokus kepada kebijakan Merdeka Belajar. 60 adalah nilai merah yang FSGI hadiahkan untuk Mas Nadiem. Kalau saya ingat-ingat kembali, 60 ini adalah KKM nilai rapor sewaktu SD. Periode tahun 2000-2005.

Kembali mengulik kebijakan Merdeka Belajar, seingat kita, pecahan alias bagian dari program ini meliputi pelaksanaan USBN, penghapusan UN, penyederhanaan RPP, PPDB, hingga PJJ.

Barangkali program Kampus Merdeka, Guru Penggerak, dan Sekolah Penggerak juga termasuk pecahannya. Tapi, dalam tulisan ini saya akan lebih fokus mengulik program yang sudah sedang berjalan seperti implementasi PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).

Ketika kita menatap kondisi di lapangan, terang terlihat bahwa ada indikasi penurunan kualitas dan kuantitas belajar semenjak adanya PJJ. Kasus-kasus yang tak diinginkan pun datang, seperti siswa yang enggan mengumpulkan tugas hingga kurang kreatifnya pembelajaran di tengah pandemi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline