Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Ibaratkan Petani, Saat Ini Guru Serasa Mengajar di "Lahan Kontrakan"

Diperbarui: 27 April 2020   03:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru ibaratkan seorang petani. Foto: Sasin Tipchai dari Pixabay

Mengapa harus menyandingkan profesi guru dengan petani?

Jika dicermati secara selia, pekerjaan guru dalam mencerdaskan anak bangsa juga seiras dengan kegiatan petani saat bercocok tanam. Ada sesuatu yang diperjuangkan, dijaga, serta dirawat hingga nanti memetik hasilnya.

Ibaratkan petani, guru menyiapkan bibit-bibit penerus bangsa dengan baik. Andai bibit itu berupa biji, maka guru upayakan agar ia bisa tumbuh dan bertunas. Sedangkan jika bibit itu berupa cangkokan, maka guru usahakan agar ia tidak mati sebelum ditanam.

Hebatnya, guru yang baik sangat mirip dengan petani yang sukses menerapkan polikultur. Dari sebidang kelas, guru mampu menerapkan sistem penanaman yang berisikan berbagai jenis tanaman alias menampung berbagai karakter siswa.

Bahkan, proses penanaman ini tidaklah terpengaruh dan diatur oleh perubahan pola musim. Mau musim panas, hujan, angin, atau bahkan musim salju sekalipun, guru tetap bercocok tanam agar karakter siswa segera bertumbuh.

Setelah tumbuh, tibalah saatnya masa perawatan tanaman. Ibaratkan petani, guru terus berusaha untuk memupuk pikiran siswa dengan ilmu dan menyemprotkan hati siswa dengan karakter.

Segala metode digunakan, beragam pendekatan diperjuangkan hingga berbagai motivasi terus digaungkan. Semua dilakukan agar siswa tumbuh subur dengan ilmu, berdiri tegak dengan adab dan karakter, serta punya semangat yang tinggi dalam menggapai cita-cita.

Petani merawat tanaman. Foto: Qui Nguyen Khac dari Pixabay

Selain memberi pupuk, guru juga melindungi siswa dari terkaman benalu, hama, ulat daun serta hal-hal membahayakan lainnya. Perlindungan ini begitu penting, terutama untuk menjaga sekaligus membentuk karakter luhur siswa sedari dini di sekolah.

Kadang pula, guru harus menyiapkan pagar-pagar etika demi mengamankan siswa dari serangan dunia luar yang tak tahu entah kapan datangnya.

Sayangnya, pagar ini hanya bertahan di sebidang tanah alias kelas saja. Saat guru sudah pulang dari lahan, maka orangtua lah yang merawat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline